Sampai saat ini, banyak jenis penyakit yang menurut kajian medis
modern tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan. Penyakit seperti
HIV atau AIDS, diabetes, demam berdarah, hepatitis, gagal ginjal,
jantung, alergi, influensa, kista, kanker, tumor, dan lainnya. Bahkan,
tidak sedikit dokter yang memberikan obat kepada pasiennya dengan pesan
bahwa obat yang diberikan tidak menjamin kesembuhan, melainkan hanya
mengurangi (menghilangkan) rasa sakit. Sesungguhnya
kenyataan ataupun teori adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau
tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena, sejak
lima belas abad silam, Rasulullah Muhammad saw menegaskan, bahwa setiap
penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt, kecuali
penuaan dan kematian. Sedangkan ragam obatnya sendiri sudah disediakan
(diciptakan) oleh Sang Maha Penyembuh Allah swt, begitu pula teori dan
praktik pengobatannya secara garis besar maupun detail telah
disejajarkan Rasulullah saw selaku teladan utama dalam dunia kedokteran.
Imam
Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mengatakan:
“Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai
penyakit, penyakit itu, pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa
Jalla.
Mengenai obat, ada satu obat yang berguna bagi segala penyakit, yakni HABBATUSSAUDA.
Obat sekaligus suplemen ini insya Allah dapat menyembuhkan segala
penyakit, kecuali kematian. Hadits Rasulullah: “Gunakanlah Habbatussauda
sebagai obat, karena ia dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali
kematian.” (HR. Bukhari)
Dalam Shahih Bukhari dan
Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap kali Allah menurunkan
penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara Allah swt sendiri
yang Mahakuasa atas kesembuhan seseorang dari penyakit berfirman dalam
Surat Asy-Su’ara ayat 80: “Dan manakala aku (Muhammad) sakit, Dia
(Allah)-lah yang menyembuhkanku.”
Pakar kedokteran
Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “ATH-THIBUN AN-NABAWI”
mengatakan, bahwa ungkapan Nabi “Setiap penyakit ada obatnya”,
memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter (thabib)
yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan
menyelidikinya. Karena, jelas Ibnu Qayyim, kalau orang sakit sudah
merasakan pada dirinya satu keyakinan bahwa ada obat yang akan dapat
menghilangkan rasa sakitnya, ia akan bergantung pada ruh harapan. Rasa
panas dari keputusasaan akan berhasil ia dinginkan sehingga pintu
harapan terbuka lebar.
Kalau jiwanya sudah kuat,
paparnya, suhu panas insting seseorang akan meningkat. Kalau semangat
seperti itu sudah meningkat, maka stamina yang mendukung tubuhnya juga
meningkat sehingga mampu mengatasi, bahkan mengusir penyakit.
Demikian
juga bagi dokter itu sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap
penyakit pasti ada obatnya, ia juga bisa terus mencari obat dari suatu
penyakit dan terus melakukan penelitian.
Dalam sebuah
riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim Khalilullah pernah bertanya, “Ya
Rabbii, dari manakah penyakit itu berasal?” Allah menjawab, “Dari-Ku.”
Ibrahim kembali bertanya, “Lalu, dari mana asal obatnya?” Alla menjawab,
“Dari-Ku juga.” Kembali Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya
dokter?” Allah menjawab, “Ia adalah mankhluk yang diutus oleh-Ku untuk
membawa obat dari-Ku.”
Dokter yang dimaksud tersebut
adalah ahli medis yang mendasarkan ilmu dan metode pengobatannya pada
Alquran dan Alhadits, bukannya mereka (ahli medis) yang mendasarkan ilmu
dan pengobatannya pada teori Barat semata tanpa mau menengok metode
pengobatan Islami.
Bagi ahli medis atau ahli
pengobatan yang berani mengatakan adanya penyakit yang tidak ada obatnya
atau tidak bisa disembuhkan – meski dia Muslim – hal itu telah
melanggar kode etik pengobatan Islami yang meyakini bahwa setiap
penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Ahli
medis yang meyakini adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau
tiada obatnya membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kinerjanya sama
sekali tidak menggunakan media pengobatan yang dianjurkan Allah swt dan
Rasul-Nya. Ahli pengobatan yang meyakini adanya penyakit yang tidak ada
obatnya atau tidak bisa disembuhkan pada umumnya kerap membuat pasiennya
pesimis, stres, dan berperan aktif dalam merusak aqidah pasiennya atas
kekuasaan Allah swt sebagai Maha Penyembuh.
Padahal
Rasulullah saw telah mengingatkan dalam sebuah sabdanya: “Salah satu
diantara sunnahku adalah pengobatan.” Dengan demikian, jelaslah bahwa
perhatian Islam terhadap dunia medis tiada yang mengungguli. Dan bila
saat ini banyak diantara kaum Muslim bergantung pada metode pengobatan
Barat, hal itu akibat kelalaian kaum Muslimin sendiri yang enggan
mengakali, mengamalkan, serta mengembangkan pengobatan yang Islami.
Ahli
medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan
solusi terapi yang efektif dan absolut serta senantiasa membangkitkan
optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama
yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya
dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Lantas dalam praktik
pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih
sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.
Pada
dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur
kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan
umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang
umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan
tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta
pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian
penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam
rangka menjadi Muslim yang kaaffah.
Untuk itu, metode
pengobatan dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh Allah swt melalui
Rasul-Nya tidak boleh sedikitpun diragukan, apakah itu hijamah (bekam),
ruqyah, madu, habbatussauda, dan lainnya selama diamalkan sesuai
syariat.
Melalui pendekatan tersebut, ‘dokter’ dan
pasien selalu melakukan praktik pengobatan yang akan semakin
meningkatkan kecintaan kedua belah pihak pada Allah swt dan Rasul-Nya.
Bukan sebaliknya, pengobatan yang dijalankan merujuk pada konsep yang
bertentangan dengan Alquran dan Assunnah.
Sebab,
pengobatan yang tidak Islami biasanya hanya membuat hubungan yang semu
antara ‘dokter’ dan pasien serta tidak memberikan kesembuhan yang
sesungguhnya.
Perlu disadari, bahwa hakikat kesembuhan bukanlah
milik dokter atau thabib, lembaga pengobatan atau obat, melainkan hak
mutlak Allah swt. Untuk itu, berbahagialah mereka yang tengah dirundung
sakit tetapi tidak sedikitpun mengeluh dan senantiasa berupaya
mendasarkan pengobatan atau penyembuhan melalui metode pengobatan yang
diridhai Allah swt. seperti contoh , saat ini pengobatan dengan madu dan
PROPOLIS juga dimi nati krn memang terbukti telah memberi bnyk
kesembuhan pada BERBAGAI MACAM penyakit, sesuai yang tertera dalam QS AN
NAHL:
Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang
di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia.
(QS. An-Nahl, 16:68)
Dari perut lebah itu
keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang
memikirkan. (QS. An-Nahl, 16: 69)
SEMOGA BERMANFAAT,,
Sumber :http://herbaltalks.multiply.com