Bisa dibilang saya ini manusia sosmed, karena saya jarang lihat TV dan baca koran, sehingga saya mencari informasi umum maupun yang bersifat khusus dari orang-orang yang juga memanfaatkan internet untuk menyebarkan informasi. Tapi harus tabbayun juga donk, terlalu bahaya kalau belajar semua realita apalagi agama hanya dari google. Harus menelisik berita juga bertanya langsung pada guru-guru agama.
Dalam sosmed, terjadi interaksi campur aduk yang bisa dibilang bebas dan sangat demokratis, hehe. Bebas berekspresi, bebas berkomentar, bahkan menjadi ajang bebas mengeksploitasi diri dan orang lain. Ada yang dengan santainya menuliskan dosanya dalam status update, ada juga yang dengan entengnya menyebar aib orang dan menjadi pembicaraan ramai-ramai. Astaghfirullah..
Tentu dengan fenomena sosmed yang sudah tak terhingga seperti ini, tidak dipungkiri kita akan melihat dan mendengar apa-apa yang kita tidak sukai, tidak sependapat dengan kita, bolehlah kita berkomentar tapi tetaplah perhatikan aqidah, akhlak dan etikanya.
Kenapa saya menuliskan ini sebenarnya karena dari satu contoh kecil yang mungkin bisa merembet, menjadi bahan introspeksi diri saya yang banyak juga buat saya. Miris dengan saudara muslimah yang menjelek-jelekkan 'saudara' seimannya sendiri. Mengkoreksi seseorang, mengkorek-korek aib yang telah lalu bahkan aib yang tidak diketahui orang banyak, bahkan dengan kata-kata yang menurut saya dengan buruk dan tidak pantas untuk dikatakan akhwat yang berjilbab, Astaghfirullah.
Satu cerita, Ada seseorang ukhti yang mungkin bisa dibilang 'artis sosmed' saya juga nggak tahu awalnya, tapi dia ini memang seorang ukhti yang subhanAllah cantiknya, secara wajah maupun lainnya. Punya follower yang sudah puluhan ribu walau kelihatannya ukhti ini bukan artis ibukota.
Postingannya selalu bernafaskan ilmu agama, bahkan juga gencar mensyiarkan pakaian yang syar'i.
Sayapun tidak berhak untuk menjudge, apakah memang apa yang sudah dilakukan ukhti tersebut sekarang sudah benar atau tidak, pendapat saya tidak penting. Tapi yang pasti yang perlu kita ketahui, menanggapi sesuatu yang terpublish, kitapun harus pandai jaga diri.
Tapi apa yang meresahkan untuk dilihat adalah..
Entah follower
ini adalah follower yang kecewa tak guna atas masa lalu si ukhti cantik
ini, atau syirik karena kecantikan dan keshalehannya atau juga haters dalam selimut..
Mereka malah mengepost foto masa lalu ketika ukhti itu belum berjilbab dan bajunya mungkin bisa dibilang tidak sopan. Mereka mengejek ukhti itu karena masa lalu yang sudah berlalu dan sudah dia tinggalkan. Mereka mengejek karena foto itu tersebar dan ukhti itu tidak bisa apa-apa atas kebodohan masa lalunya dan bukan kehendaknya sekarang. Apa maunya? Mirisnya mereka berduapun adalah muslimah berhijab dan mengatakan kata-kata yang sungguh menyakitkan hati. Ukhti itupun sudah cukup malu dan sakit hati dengan tersebar foto masa lalunya, bagaimana bisa saudara muslimahnya justru berkata seperti itu dan bukannya memberi dukungan moril.
Ukhti itu sudah berubah jauh berbeda dari masa lalunya itu. Dia menjaga pakaian syar'inya dengan jilbab panjang seperut, gamis panjang tidak menerawang dan tidak ketat, memposting kata-kata hikmah Islami, bahkan tausiyah di pondok pesantren. Tidakkah kita cukup memandangnya pada sisi yang baik sehingga kita bisa mencontohnya dan tidak meniru jika tidak sesuai. Tidak malah mengungkit yang lalu.
Tidak hanya satu dua kasus. Yah.. mungkin resiko orang populer yang dikenal banyak orang, orangnya kepo-kepo pula jadi masya Allah kudu bersabar ukhti ini.
Banyak nih komentar begini di postingan artis maupun pemilik akun (khususnya muslimah) yang agak tenar, "Kok nggak syar'i sih?" "Kok gitu, nggak sesuai sunnah" "Idih pamer, nggak baik Riya neng..." "Kamu dandan ya? Idih kok menoran?" "Munafik, kata-kata ustadz yang diposting cuma yang dia bisa lakuin, coba yang dia belum bisa pasti nggak di repost." dll.
Serem bacanya, bayangin kalau aku yang digituin, sakitnya tuh disiniiiiiii (tunjuk kepala). Apakah dengan begitu kita pikir orang itu akan menerima perkataan kita lalu berubah seperti apa yang kita inginkan? Kemungkinan besar tidak.. Dia malah keki, sebel dan tersinggung. Banyak loh dari mereka yang mengungkapkan ketersinggungan mereka dengan komentar followers/ fansnya.
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Syekh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Janganlah kalian meneliti aurat (aib) kaum muslimin dan janganlah kalian menyelidikinya.”
Nasehat untuk saudara kita itu baik, seperti dalam Al-Qur'an peringatan itu bermanfaat dan diperlukan untuk orang mukmin. Tapi bagaimana kita menyampaikan itu juga penting. Kalau kita tidak sreg dengan kelakuan orang tersebut, coba jangan blak-blakkan mengkritiknya, orang yang baru belajar mungkin akan mudah tersinggung kalau dirinya terus di koreksi. Pelan-pelan biarkan dia berkembang, menurut pengalaman saya.
Cara terbaik adalah mengajak dia berdiskusi mengenai hal yang kita lihat dari dirinya tidak sesuai dengan syariat, kemungkinan dia akan mencari dari sumber yang terpercaya dan mendapati dirinya memang tidak sesuai atau bertanya balik pada kita dan pada saat itulah dia akan mengerti. Jika dia memang sengaja tidak menaati, ya seperti yang kita pernah bahas, kewajiban kita hanya menyampaikan. Setidaknya kata-katanya jangan menggurui dan sok benar sendiri lah..
Kita tahu kadang kalanya mereka yang tenar atau yang terkenal alim atau baik juga punya salah dan khilaf, kita wajib memperingatkan. Tapi ingat kode etiknya. Karena banyak sekali yang bicara nggak punya hati sampai saya ikutan sakit hati sampai bikin postingan blog kayak gini.
Mengenai masa lalunya. Seburuk apapun juga dia dulunya. Allah saja menilai berdasarkan akhir diri kita, bukan permulaannya. Semua manusia kemungkinan pernah dalam masa ketidak tahuan dan kebodohan sehingga jauh dari kata beriman. Tapi jika dia benar-benar bertaubat, ingat dear.. Allah Maha Pengampun. Jangan merasa lebih berhak menjudge orang ketimbang Tuhan. Nasehati secara tidak langsung atau dengan cara yang ma'ruf. Coba bayangkan dulu bagaimana kalau orang mengatakan itu padamu sebelum kamu melontarkannya pada orang lain.
Satu poin saja : Kita wajib mengingatkan saudara kita yang salah dengan nasehat dan peringatan dengan cara yang ma'ruf tapi tidak untuk menilai dan menghakiminya. That's all.
Cara terbaik adalah mengajak dia berdiskusi mengenai hal yang kita lihat dari dirinya tidak sesuai dengan syariat, kemungkinan dia akan mencari dari sumber yang terpercaya dan mendapati dirinya memang tidak sesuai atau bertanya balik pada kita dan pada saat itulah dia akan mengerti. Jika dia memang sengaja tidak menaati, ya seperti yang kita pernah bahas, kewajiban kita hanya menyampaikan. Setidaknya kata-katanya jangan menggurui dan sok benar sendiri lah..
Kita tahu kadang kalanya mereka yang tenar atau yang terkenal alim atau baik juga punya salah dan khilaf, kita wajib memperingatkan. Tapi ingat kode etiknya. Karena banyak sekali yang bicara nggak punya hati sampai saya ikutan sakit hati sampai bikin postingan blog kayak gini.
Mengenai masa lalunya. Seburuk apapun juga dia dulunya. Allah saja menilai berdasarkan akhir diri kita, bukan permulaannya. Semua manusia kemungkinan pernah dalam masa ketidak tahuan dan kebodohan sehingga jauh dari kata beriman. Tapi jika dia benar-benar bertaubat, ingat dear.. Allah Maha Pengampun. Jangan merasa lebih berhak menjudge orang ketimbang Tuhan. Nasehati secara tidak langsung atau dengan cara yang ma'ruf. Coba bayangkan dulu bagaimana kalau orang mengatakan itu padamu sebelum kamu melontarkannya pada orang lain.
Satu poin saja : Kita wajib mengingatkan saudara kita yang salah dengan nasehat dan peringatan dengan cara yang ma'ruf tapi tidak untuk menilai dan menghakiminya. That's all.
Nasihat Bagi Yang Suka Mencari Kesalahan Orang Lain
Cukuplah buat kita sebuah untaian perkataan seorang imam
yaitu Imam Abu Hatim bin Hibban Al-Busthi berkata dalam sebuah kitabnya
yang dikutip oleh Syekh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr dalam
tulisannya sebagai berikut, ”Orang yang berakal wajib mencari
keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan
senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya
orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan
kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa
capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia
akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada
saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan
kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya
akan buta, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya
meninggalkan kejelekan dirinya.”[10]
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." [At-Taubah : 71]
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun telah bersabda
"Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, dan jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman."[2]
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun telah bersabda
"Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, dan jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman."[2]
Bagi saya, yang sedang belajar ini. Kebanyakan orang mengambil sikap yang cenderung mencampur adukkan antara nasehat, menghakimi dan menyebar aib.
Nabi SAWbersabda, ”Agama adalah ketulusan (nashihah).” Kami bertanya, ”Kepada siapa?” Beliau
bersabda, ”Kepada Allah, Kitab- Nya, Rasul-Nya, para pemimpin Muslim dan masyarakat umum.” (HR Muslim).
Nabi SAWbersabda, ”Agama adalah ketulusan (nashihah).” Kami bertanya, ”Kepada siapa?” Beliau
bersabda, ”Kepada Allah, Kitab- Nya, Rasul-Nya, para pemimpin Muslim dan masyarakat umum.” (HR Muslim).
Nasihat yang disampaikan seorang Muslim semata-mata hanya karena Allah dan muncul sebagai wujud kasih sayang terhadap saudaranya. Tak heran jika Nabi Muhammad SAW menjadikan nasihat sebagai tiang agama sekaligus barometer dalam melaksanakan agama.
Tamim ad-Dari RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
”Agama itu nasihat.” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW senantiasa memberikan nasihat dan wasiat kepada para sahabat dan umatnya. Syekh Mahmud al- Mishri dalam Ensiklopedi Akhlak Muhammad SAW, mengungkapkan, secara bahasa nasihat diambil dari kata an- nashihah. Ibnu Manzur menjelaskan, nashahasy-syai berarti ”sesuatu itu murni”. An-Nashih artinya sesuatu yang
murni dari amal dan lainnya. Sedangkan an-Nush artinya ikhlas dan jujur di dalam musyawarah dan amal. Menurut Ibnu Atsir, nasihat adalah kata yang dioergunakan untuk mengungkapkan keinginan yang baik bagi orang yang dinasihati.
”Nasihat adalah mengajak orang lain untuk melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan,” papar ahli bahasa dari abad ke-11 M, Abu Bakr Abdul Qahir ibnu Abdur-Rahman al-Jurjz
Tamim ad-Dari RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
”Agama itu nasihat.” (HR Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW senantiasa memberikan nasihat dan wasiat kepada para sahabat dan umatnya. Syekh Mahmud al- Mishri dalam Ensiklopedi Akhlak Muhammad SAW, mengungkapkan, secara bahasa nasihat diambil dari kata an- nashihah. Ibnu Manzur menjelaskan, nashahasy-syai berarti ”sesuatu itu murni”. An-Nashih artinya sesuatu yang
murni dari amal dan lainnya. Sedangkan an-Nush artinya ikhlas dan jujur di dalam musyawarah dan amal. Menurut Ibnu Atsir, nasihat adalah kata yang dioergunakan untuk mengungkapkan keinginan yang baik bagi orang yang dinasihati.
”Nasihat adalah mengajak orang lain untuk melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan,” papar ahli bahasa dari abad ke-11 M, Abu Bakr Abdul Qahir ibnu Abdur-Rahman al-Jurjz
***
Itu dulu sementara, saya cuma ingin cuap-cuap sedikit meskipun nggak bisa singkat juga. Semoga bermanfaat dan maaf jika banyak khilaf ya..
Semoga Allah ampuni dan perbaiki saya..
Sekian, Wassalam..