"Bagaimana mungkin seorang pemuda yang tidak pernah melakukan sholat dan
tidak pernah menghadiri majelis ilmu dan ceramah keislaman akan
memperoleh petunjuk? Mereka enggan menyentuh setiap yang berbau dakwah .
Padahal sarana sarana meraih hidayah dalam Islam terdapat di
Masjid-masjid , para ulama, juru dakwah, podium, Al Quran, CD Islami,
dzikir dan doa." -eramuslim
Hedonis adalah penggalan dari kata Hedonisme
yang artinya adalah pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan
materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Gaya hidup hedonis terbentuk
oleh sifat,karakter serta mental seseorang yang memandang terbutuhnya
kepuasan fisik dan mental dengan parameter ada banyak atau sedikitnya
harta atau uang yang dipunya. Kalo banyak
uang atau harta mereka “kaum hedon” akan bergembira campur ceria dalam
mengarungi hidup di dunia dengan harta di kiri kanannya atau mereka
bahkan percaya inilah “surga” sebenarnya di dunia fana ini daripada
memikirkan hidup mereka di “akhirat” karena terganjal dogma yang
mengekang mereka atau yang mereka disebut “kebebasan hidup”. Mereka lupa
akan adanya kehidupan setelah dunia itu yaitu “Akhirat” padahal Allah
SWT berfirman :
Hai kaumku, Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal.. (QS. Al Mu’min ayat 39)
Bisa kita dapati warung kopi, kafe kafe, tempat tempat permainan,
trotoar trotoar jalanan, klub klub, dipenuhi para pemuda pemudi. Mereka
sangat betah duduk dan bercanda ria di tempat tempat ini untuk waktu
yang cukup lama dan menghabiskan uang yang banyak.
Memamerkan gadget dan kendaraan pribadi yang mahal dan saling membangga-banggakan.
Mereka menghapal nyanyian nyanyian gila, glamour dan
alunan lagu lagu murahan dan mesum, dan mereka gemar akan CD dari
penyanyi yang rusak.
Mereka tidak dzikir kepada Allah dan tidak sholawat kepada
Rasullullah. Obrolan mereka penuh dengan kekejian, menggunjing orang
lain, mengadu domba, pelanggaran, dan pemerkosaan terhadap harga diri
kaum muslimin.
Berbanding terbalik jika kondisi mereka minim harta, sikap mental mereka
merespon akan tidak bisanya menerima kenyataan hidup ini, yang terjadi
istilah “gali lubang tutup lubang”, “menghalalkan segala cara” hingga
yang paling ekstrim, putus asa lalu akhirnya “mengakhiri hidup”
naudzubillah summa naudzubillah. Padahal yang harus disadari kesenangan
manusia bukan hanya uang.
Mengutip dari teori barat klasik yang diusung
oleh Abraham Maslow yaitu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fisik ,
kebutuhan ego ( contoh:kebutuhan untuk dihormati ) dan kebutuhan untuk
mewujudkan diri ( self actualizing ), misalnya kebutuhan akan makna
hidup dan perkembangan pribadi. Karena saya yakin tidak semua orang
mencapai kebutuhan ini, kebanyakan manusia berhenti pada tingkat 1 atau 2
saja belum mencapai tingkat ini.
Bahkan saya rasa masyarakat barat
sendiri belum bisa menerapkannya terlebih bangsa Indonesia. Saya pribadi
kurang setuju dengan pendapat A. Maslow yang memasukannya jenis/macam
kebutuhan dalam jenjang (hirarki), idealnya menurut saya semua semua
jenis kebutuhan itu harus ada dalam diri kita pribadi. Yang nantinya
bersinergi menjadikan kita pribadi yang berpikir dan mawas diri, Yaitu
dengan tidak melawan ketentuan illahi.
Kuncinya ialah rasa syukur atas
nikmat yang diberikan Allah SWT baik lisan maupun perbuatan. Secara
lisan kita diajarkan untuk mengucap Alhamdulillah dan secara perbuatan
kita memanfaatkan rejeki untuk tujuan mulia, baik untuk kita sendiri
atau berbagi dengan sesama yang nantinya tidak ada yang namanya
kegelisahan hidup. Bukankah sudah jelas firman Allah SWT :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim:7)
Bukan hal baru bahwa hedonisme mendorong orang untuk hidup individual
tanpa peka terhadap sekelilingnya. Ini yang membuatkan ketimpangan di
sana sini, ditambah istilah “ Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin
Melarat “.
Yang lebih ironis, gaya hidup hedonis bukan gaya kalangan
orang atas saja tetapi mulai menjangkiti kalangan bawah, jika hedonisme
sudah menyerang kalangan bawah diperlukan instrospeksi diri (muhasabah)
masing – masing individu bahwa, sesungguhnya gaya hidup seperti itu akan
menyiksa mereka.Pernyataan ini bukan untuk membolehkan Si Kaya untuk
hedonis, yang ada Si Kaya makin sayang pada Si Miskin.
Mereka mungkin
mendapatkannya dari kehidupan nyata dimana si kaya mencontohkan pada
mereka tanpa dibarengi dengan pendidikan moral ditambah tayangan TV,
seperti sinetron yang masih saja menjual “mimpi” tanpa menyertakan unsur
pendidikan akhlak. Hendaklah mereka sadar dengan kemampuan finansial
mereka, dan sekali lagi “Mental” yang diserang disini. Dan jika ada yang
beranggapan semuanya bisa dibeli dengan Uang/Harta karena itu karena
semata – mata jebakan setan untuk menjerumuskan manusia, jika sudah
begini hendaknya mendekatkan dengan Allah SWT. Karena Allah SWT
sebaik-baiknya pemberi jawaban atas rahasia hidup.
Wallahu A’lam Bishawab
Sumber : http://notesanom.wordpress.com