Assalamualaikum..
Yang lalu saya membahas tentang babi yang di haramkan untuk di konsumsi, lalu anjing yang air liurnya najis. Kali ini saya akan membahas hewan lucu yang sering di jadikan hewan peliharaan dan sering di temui di rumah-rumah. Siapa lagi kalau bukan kucing meong ~
Lalu bagaimana pandangan Islam dan fakta-fakta ilmiahnya terhadap hewan satu ini? Berikut pembahasannya..
Banyak
mitos yang bertebaran di setiap kehidupan kucing mulai dari memiliki 9
nyawa hingga sebagai jelmaan dewa. Seperti yang terjadi pada masa
dinasti Fir’aun 3000 tahun yang lalu, kucing amat dipuja karena dianggap
sebagai titisan dewa.
Lain di Mesir lain pula di Eropa, di dataran ini kucing dianggap sebagai sihir setan atau pembawa bencana. Tak pelak
lagi, pada masa abad kegelapan terjadi pemusnahan besar-besaran
terhadap hewan lucu ini, hingga menyebar ke Afrika Utara. Padahal, wabah
yang oleh masyarakat saat itu dianggap sebagai kutukan adalah jenis
penyakit pes yang diakibatkan oleh meledaknya populasi tikus dan
penurunan populasi kucing sebagai predator.
Nabi Muhammad SAW dan Kucing Kesayangannya
Didalam perkembangan peradaban islam, kucing hadir sebagai teman sejati dalam setiap nafas dan gerak geliat perkembangan islam.
Nabi Muhammad memiliki seekor kucing yang diberi nama Mueeza. Suatu
saat, di kala Nabi hendak mengambil jubahnya, ditemuinya Mueeza sedang
terlelap tidur dengan santai diatas jubahnya. Tak ingin mengganggu hewan
kesayangannya itu, Nabi pun memotong belahan lengan yang ditiduri
Mueeza dari jubahnya.
Ketika Nabi kembali ke rumah, Muezza
terbangun dan merunduk sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, Nabi
menyatakan kasih sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing
itu sebanyak 3 kali.
Dalam aktivitas lain, setiap kali Nabi
menerima tamu di rumahnya, nabi selalu menggendong mueeza dan di taruh
dipahanya. Salah satu sifat Mueeza yang Nabi sukai ialah ia selalu
mengeong ketika mendengar adzan, dan seolah-olah suaranya terdengar
seperti mengikuti lantunan suara adzan.
Kepada para sahabatnya, Nabi berpesan untuk menyayangi kucing peliharaan, layaknya menyanyangi keluarga sendiri.
Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah serius,
dalam sebuah hadist shahih Al Bukhari, dikisahkan tentang seorang wanita
yang tidak pernah memberi makan kucingnya, dan tidak pula melepas
kucingnya untuk mencari makan sendiri, Nabi Muhammad SAW pun menjelaskan
bahwa hukuman bagi wanita ini adalah siksa neraka.
Dari Ibnu
Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seorang wanita dimasukkan ke
dalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan
makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada
di lantai.” (HR. Bukhari).
Tak hanya nabi, istri nabi sendiri,
Aisyah binti Abu Bakar pun amat menyukai kucing, dan merasa amat
kehilangan dikala ditinggal pergi oleh si kucing. Seorang sahabat yang
juga ahli hadist, Abdurrahman bin Sakhr Al Azdi diberi julukan Abu
Hurairah (bapak para kucing jantan), karena kegemarannya dalam merawat
dan memelihara berbagai kucing jantan dirumahnya.
Keistimewaan Kucing
Nabi menekankan di
beberapa hadits bahwa kucing itu tidak najis. Bahkan diperbolehkan untuk
berwudhu menggunakan air bekas minum kucing karena dianggap suci.
Kenapa Rasulullah SAW berani mengatakan bahwa kucing suci, tidak najis?
Lalu, bagaimana Nabi mengetahui kalau pada badan kucing tidak terdapat
najis?
Fakta Ilmiah 1
Pada kulit kucing terdapat otot
yang berfungsi untuk menolak telur bakteri. Otot kucing itu juga dapat
menyesuaikan dengan sentuhan otot manusia.
Permukaan lidah
kucing tertutupi oleh berbagai benjolan kecil yang runcing, benjolan ini
bengkok mengerucut seperti kikir atau gergaji. Bentuk ini sangat
berguna untuk membersihkan kulit. Ketika kucing minum, tidak ada setetes
pun cairan yang jatuh dari lidahnya. Sedangkan lidah kucing sendiri
merupakan alat pembersih yang paling canggih, permukaannya yang kasar
bisa membuang bulu-bulu mati dan membersihkan bulu-bulu yang tersisa di
badannya.
Fakta Ilmiah 2
Telah dilakukan berbagai
penelitian terhadap kucing dan berbagai perbedaan usia, perbedaan posisi
kulit, punggung, bagian dalam telapak kaki, pelindung mulut, dan ekor.
Pada bagian-bagian tersebut dilakukan pengambilan sample dengan usapan.
Di samping itu, dilakukan juga penanaman kuman pada bagian-bagian
khusus. Terus diambil juga cairan khusus yang ada pada dinding dalam
mulut dan lidahnya.
Hasil yang Didapatkan
1. Hasil yang diambil dari kulit luar tenyata negatif berkuman, meskipun dilakukan berulang-ulang.
2. Perbandingan yang ditanamkan kuman memberikan hasil negatif sekitar
80% jika dilihat dari cairan yang diambil dari dinding mulut.
3. Cairan yang diambil dari permukaan lidah juga memberikan hasil negatif berkuman.
4. Sekalinya ada kuman yang ditemukan saat proses penelitian, kuman itu
masuk kelompok kuman yang dianggap sebagai kuman biasa yang berkembang
pada tubuh manusia dalam jumlah yang terbatas seperti, enterobacter,
streptococcus, dan taphylococcus. Jumlahnya kurang dan 50 ribu
pertumbuhan.
5. Tidak ditemukan kelompok kuman yang beragam.
6.
Berbagai sumber yang dapat dipercaya dan hasil penelitian laboratorium
menyimpulkan bahwa kucing tidak memiliki kuman dan mikroba. Liurnya
bersih dan membersihkan.
Komentar Para Dokter Peneliti
1. Menurut Dr. George Maqshud, ketua laboratorium di Rumah Sakit Hewan
Baitharah, jarang sekali ditemukan adanya kuman pada lidah kucing.
2. Jika kuman itu ada, maka kucing itu akan sakit.
3. Dr. Gen Gustafsirl menemukan bahwa kuman yang paling banyak terdapat pada anjing,
4. Manusia 1/4 anjing, kucing 1/2 manusia.
5. Dokter hewan di rumah sakit hewan Damaskus, Sa’id Rafah menegaskan
bahwa kucing memiliki perangkat pembersih yang bemama lysozyme.
6.
Kucing tidak suka air karena air merupakan tempat yang sangat subur
untuk pertumbuhan bakteri, terlebih pada genangan air (lumpur, genangan
hujan, dll)
7. Kucing juga sangat menjaga kestabilan kehangatan tubuhnya. Ia tidak banyak berjemur dan tidak dekat-dekat dengan air.
8. Tujuannya agar bakteri tidak berpindah kepadanya. Inilah yang menjadi faktor tidak adanya kuman pada tubuh kucing.
Fakta Ilmiah 3
Dan hasil penelitian kedokteran dan percobaan yang telah di lakukan di
laboratorium hewan, ditemukan bahwa badan kucing bersih secara
keseluruhan. Ia lebih bersih daripada manusia.
Fakta Ilmiah Tambahan
Zaman dahulu kucing dipakai untuk terapi. Dengkuran kucing yang 50Hz
baik buat kesehatan selain itu mengelus kucing juga bisa menurunkan
tingkat stress.
Sisa makanan kucing hukumnya suci. Hadist
Kabsyah binti Ka’b bin Malik menceritakan bahwa Abu Qatadah, mertua
Kabsyah, masuk ke rumahnya lalu ia menuangkan air untuk wudhu. Pada saat
itu, datang seekor kucing yang ingin minum. Lantas ia menuangkan air di
bejana sampai kucing itu minum.
Kabsyah berkata,
“Perhatikanlah.” Abu Qatadah berkata, “Apakah kamu heran?” Ia menjawab,
“Ya.” Lalu, Abu Qatadah berkata bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Kucing
itu tidak najis. Ia binatang yang suka berkeliling di rumah (binatang
rumahan),” (H.R At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Diriwayatkan dan Ali bin Al-Hasan, dan Anas yang menceritakan bahwa
Nabi Saw pergi ke Bathhan suatu daerah di Madinah. Lalu, beliau berkata,
“Ya Anas, tuangkan air wudhu untukku ke dalam bejana.” Lalu, Anas
menuangkan air. Ketika sudah selesai, Nabi menuju bejana. Namun, seekor
kucing datang dan menjilati bejana. Melihat itu, Nabi berhenti sampai
kucing tersebut berhenti minum lalu berwudhu.
Nabi ditanya
mengenai kejadian tersebut, beliau menjawab, “Ya Anas, kucing termasuk
perhiasan rumah tangga, ia tidak dikotori sesuatu, bahkan tidak ada
najis.”
Diriwayatkan dari Dawud bin Shalih At-Tammar dan ibunya
yang menerangkan bahwa budaknya memberikan Aisyah semangkuk bubur.
Namun, ketika ia sampai di rumah Aisyah, tenyata Aisyah sedang shalat.
Lalu, ia memberikan isyarat untuk menaruhnya. Sayangnya, setelah Aisyah
menyelesaikan shalat, ia lupa ada bubur.
Datanglah seekor
kucing, lalu memakan sedikit bubur tersebut. Ketika ia melihat bubur
tersebut dimakan kucing, Aisyah lalu membersihkan bagian yang disentuh
kucing, dan Aisyah memakannya.
Rasulullah SAW bersabda, “Ia
tidak najis. Ia binatang yang berkeliling.” Aisyah pernah melihat
Rasulullah Saw berwudhu dari sisa jilatan kucing.” (H.R Al Baihaqi, Abd
Al-Razzaq, dan Al-Daruquthni).
Hadits ini diriwayatkan Malik,
Ahmad, dan imam hadits yang lain. Oleh karena itu, kucing adalah
binatang, yang badan, keringat, bekas dari sisa makanannya adalah suci,
Liurnya bersih dan membersihkan, serta hidupnya lebih bersih daripada
manusia. Mungkin ini pula-lah yang menyebabkan mengapa Rasulullah SAW
sangat sayang kepada Muezza, kucing peliharaannya.
Semoga bermanfaat.
BAGAIMANA jika kaum Kristen di Indonesia tidak lagi menggunakan kata
‘Allah’ dalam Bibel dan ritual mereka, seperti diserukan sejumlah
kelompok Kristen di Indonesia? Jawabnya: tidak apa-apa. Sebab, kaum
Kristen Barat, yang menjadi sumber agama Kristen di Indonesia, juga
tidak menggunakan kata ‘Allah’. Lagi pula, kata ‘Allah’ juga tidak
dikenal dalam teks asal kitab kaum Kristen, yang berbahasa Ibrani dan
Yunani kuno.
Juga, hingga kini, kaum Kristen pun terus berdebat tentang siapa nama
Tuhan mereka yang sebenarnya. Sebelumnya telah dipahami, bagaimana
perdebatan seputar nama “YHWH”; apakah itu nama atau sebutan Tuhan.
Sebagian Kristen mengklaim, YHWH adalah nama Tuhan, tetapi tidak
diketahui dengan pasti bagaimana menyebutnya, sehingga lebih aman dibaca
‘Adonai’. Dalam Bibel bahasa Indonesia, YHWH diterjemahkan dengan
‘TUHAN’, dalam sebagian Bibel edidi bahasa Inggris diterjemahkan menjadi
‘the LORD’. Dalam bahasa Arab, YHWH dialihbahasakan menjadi ‘al-Rabb’.
Pandangan jenis ini dianut oleh Kristen mainstream yang diwakili oleh
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).
Tetapi, ada sebagian Kristen yang secara tegas menyatakan, YHWH
adalah nama Tuhan yang bisa dibaca dengan ‘Jehovah’ atau ‘Yahweh’. Di
Indonesia, pandangan jenis ini diwakili oleh sejumlah kelompok yang
menolak penggunaan kata Allah, seperti Beit Yeshua Hamasiakh. Dalam
bahasa Inggris ada juga Bibel yang secara tegas menyebutkan ‘YHWH’
dengan ‘Yahweh’, seperti The New Jerusalem Bible menulis Keluaran 3:15:
“God further said to Moses, “You are to tell the Israelites, “Yahweh the
God of your ancestors, the God of Abraham, the God of Isaac and the God
of Jacob, has sent me to you.”
Membaca ayat tersebut, dipahami, bahwa Yahweh memang nama Tuhan
Israel. Yahweh adalah nama diri, yakni ungkapan “Yahweh the God of your
ancestors…”. Dalam Bibel versi LAI, ayat Bibel ini ditulis: “TUHAN,
Allah nenek moyangmu…”. Maknanya, “TUHAN” adalah Allah-nya nenek moyang
bangsa Israel. Padahal, “TUHAN” disitu bukan nama diri, tapi sebutan
untuk menyebut ‘Tuhan itu’ (the LORD).
Akan tetapi, kita akan menemukan kejanggalan, jika membaca sejumlah
ayat Bibel lain yang menyandingkan kata Yahweh dan God (dalam edisi
Inggris), juga kata TUHAN dan Allah dalam Bibel versi Indonesia.
Misalnya, The New Jerusalem Bible menulis ayat Kejadian 2:8 sebagai
berikut: “Yahweh God planted a garden in Eden…” Dalam versi LAI, ayat
itu ditulis: “Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden…”
Jadi, pada Keluaran 3:15 tertulis “Yahweh the God….” atau dalam edisi
Indonesia: “TUHAN, Allah nenek moyangmu…” (ada tanda koma setelah
TUHAN). Lebih jelas lagi, bisa disimak teks Ulangan 6:4 yang berbunyi:
“Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.”
(Bandingkan dengan teks Keluaran 6:4 versi Kitab Suci: Indonesian
Literal Translation: “Dengarkanlah hai Israel, YAHWEH Elohim kita,
YAHWEH itu Esa.”)
Sementara itu, dalam Kejadian 2:8 dan banyak ayat Bibel lainnya,
tertulis “Yahweh God…” dan “TUHAN Allah” tanpa tanda koma lagi. Bentuk
“TUHAN Allah” menyiratkan, bahwa “TUHAN” – yang merupakan terjemah dari
tetragram “YHWH” bukan lagi nama Tuhan. Jurtru, ‘Allah’ di situ,
seolah-olah merupakan nama Tuhan.
Yahweh bukan kata Benda
Persoalan penggunaan nama Yahweh sebagai nama Tuhan dalam Kristen
ternyata juga dipersoalkan kalangan Kristen sendiri. Ada kalangan
Kristen yang berpendapat bahwa “YHWH” sebenarnya bukan nama Tuhan.
Ensiklopedi Perjanjian Baru, misalnya, menulis tentang Yahweh sebagai
berikut:
“Inilah nama Ibrani yang berasal dari kata hâwah: “datang, menjadi,
ada”, menurut etimologi popular yang terdapat dalam kisah pewahyuan.
Nama yang diberikan Allah kepada diri-Nya pada waktu penampakan yang
dikenal dengan nama “di semak bernyala” (Kel. 3:14). Diperdebatkan,
apakah makna kata itu aktif (“dia yang ada” – sebagaimana diterjemahkan
oleh Septuaginta) atau kausatif (“dia yang membuat ada”).
Bagaimana pun
juga, ini bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata kerja
aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri. Istilah ini tidak
mengungkapkan identitas Allah melainkan menunjukkan Allah dalam
aktivitas-Nya yang setia dan selalu ada bagi umat-Nya. Menurut para ahli
bahasa, kata ini berhubungan dengan bentuk Yau yang di Babel
menunjukkanAllah yang disembah manusia yang bernama demikian; begitulah
ibu Musa bernama Yô-kèbèd: “kemuliaan-Yô”.(Xavier Leon-Dufour,
Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal.
591-592).
Perlu digarisbawahi, menurut penulis Ensiklopedi Perjanjian Baru
tersebut, YHWH “bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata
kerja aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri.” Pandangan bahwa
YHWH bukan kata benda, dijelaskan oleh The New Jerusalem Bible:
“Clearly, however, it is part of the Hebr. verb ‘to be’ in an archaic
form. Some see it as a causative form of the verb: ‘ he causes to be’,
‘he brings into existence’. But it is much more probably a form of the
present indicative, meaning ‘he is’.” (The New Jerusalem Bible, foot
note Keluaran 3:14, hal. 85).
Shabir Ally dalam bukunya, “Yahweh, Jehovah or Allah, Which is God’s
Real Name?” memberikan komentar terhadap penjelasan The New Jerusalem
Bible tersebut: “If Yahweh means ‘he is’, how can that be the name of
God? When, for example, a Muslim says, “I believe in Allah as He is,
“clearly in that statement God’s name is not ‘he is’. God’s name in that
statement is ‘Allah’. Notice that if you say that God’s name is Yahweh,
you are in effect saying that God’s name is he is. That does not make
any sense, Does it?” (hal. 20).
Lebih jauh, kata YHWH muncul dalam statemen Tuhan kepada Musa dalam
Keluaran 3:14; saat Musa bertanya tentang nama-Nya, lalu Tuhan menjawab
yang dalam bahasa Ibrani ditulis: “ehyeh esher ehyeh.” (I am what I
am). Jawaban ini mengindikasikan seolah-olah Tuhan enggan memberikan
nama-Nya kepada Musa. Untuk itulah, dimasukkan kata Yahweh yang maknanya
“he is”. Karena itulah, simpulnya, “the name of Yahweh is derived
through human effort, not expressly revealed by God.”
Pada sisi lain, adalah menarik mencermati penjelasan tentang Yahweh dalam berbagai versi teks Bibel.
Pertama, versi King James Version, Keluaran 6:2-3: “And God spoke
unto Moses, and said unto him, I am the LORD. And I appeared unto
Abraham, unto Isaac, and unto Jacob, by the name of God Almighty, but by
my name JE-HO-VAH was I not known to them.”
Kedua, versi The New Jerusalem Bible, Keluaran 6:2-3: “God spoke to
Moses and said to him, ‘I am Yahweh’. To Abraham, to Isaac and Jacob I
appeared as El Shaddai, but I did not make my name Yahweh known to
them.”
Ketiga, versi Kitab Suci Indonesian Literal Translation, Keluaran
6:2-3: “Dan berfirmanlah Elohim kepada Musa, “Akulah YAHWEH. Dan Aku
telah menampakkan diri kepada Abraham, kepada Ishak dan kepada Yakub,
sebagai El-Shadday, dan nama-Ku YAHWEH; bukankah Aku sudah dikenal oleh
mereka?”
Keempat, versi Lembaga Alkitab Indonesia (2007), Keluaran 6:1-2:
“Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Akulah TUHAN, Aku telah
menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha
Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”
Kelima, versi Lembaga Alkitab Indonesia (1968), Keluaran 6:1-2:
“Arakian, maka berfirmanlah Allah kepada Musa, firmannja: Akulah Tuhan!
Maka Aku telah menyatakan diriku kepada Ibrahim, Ishak dan Jakub seperti
Allah jang Mahakuasa, tetapi tiada diketahuinja akan Daku dengan namaku
Tuhan.”
****
Bisa dicermati, terjemah Keluaran 6:2-3 versi Indonesian Literal
Translation yang menyebutkan “bukankah Aku sudah dikenal oleh mereka?”
seperti menyimpang jauh dari teks-teks lain. Teks Kitab Keluaran ini
menjelaskan bahwa nama ‘Yahweh/Jehovah/TUHAN/Tuhan’ belum diketahui oleh
Ibrahim,Isak dan Yakub. Sementara itu, Kitab Kejadian 26:25, sudah
menyebutkan, bahwa Ishak sudah kenal nama Yahweh. The New Jerusalem
Bible menulis: “There he built an altar and invoked the name of Yahweh.”
King James Version menyamarkan nama Yahweh: “And he builded an altar
there, and called upon the name of the LORD.” Bibel versi LAI menulis
ayat ini: “Sesudah itu Ishak mendirikan Mezbah di situ dan memanggil
nama TUHAN.” Sedangkan Kitab Suci Indonesian Literal Translation
menulisnya: “Dan dia mendirikan mezbah di sana, dan memanggil Nama
YAHWEH.”
Jadi, menurut Kejadian 26:25 tersebut, Ishak sudah mengenal dan
menyebut nama Yahweh. Sementara dalam Keluaran 6:1-2 dijelaskan, bahwa
nama Yahweh belum dikenal oleh Abraham, Ishak, dan Yakub. Bibel versi
Lembaga Alkitab Indonesia (2007), menulis: “… Akulah TUHAN, Aku telah
menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha
Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”
Adalah juga menarik memperhatikan terjemahan teks Keluaran 6:1-2
versi Lembaga Alkitab Indonesia edisi tahun 1968, yang ternyata
menerjemahkan tetragram ‘YHWH’ dengan ‘Tuhan’, bukan ‘TUHAN’. Ini
menunjukkan adanya diskusi dan perkembangan soal nama Tuhan yang terus
berubah dalam tradisi Kristen. Cara penerjemahan LAI terhadap YHWH
itulah yang menuai kritik dari kelompok pendukung nama Yahweh, karena
menimbulkan kerancuan makna.
Misalnya, terjemahan LAI untuk Matius 4:4 adalah: “Tetapi Yesus
menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari
setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Dalam kasus ini, YHWH
diterjemahkan menjadi Allah, bukan TUHAN. Menurut Rev. Yakub Sulistyo,
penggunaan kata ‘Allah’ oleh LAI adalah bentuk penyalahgunaan kata Allah
dan bisa menimbulkan konflik dengan orang Muslim. Yakob Sulistyo
menulis:
“Dengan umat Kristen memakai kata “ALLAH, atau Allah, atau allah”
maka muncul istilah Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh, serta Bunda
Allah bagi kalangan Katolik. Dan ini menyakiti hati umat Islam dan
menimbulkan rasa tidak suka, karena nama Tuhannya dipakai oleh umat
Kristen dan Katolik…. Jadi kebingungan masalah nama ALLAH dan YHWH
(YAHWEH) adalah karena orang Nasrani di Indonesia tidak mampu membedakan
antara SEBUTAN (GENERIC NAME) dan NAMA PRIBADI (PERSONAL NAME).”
(Lihat, Rev. Yakub Sulistyo, ‘Allah’ dalam Kekristenan Apakah Salah,
2009, hal. 18-19. NB. Huruf kapital sesuai buku aslinya).
Kalangan Kristen pendukung penggunaan kata ‘Allah’ beralasan, bahwa
kaum Kristen di Arab sudah menggunakan kata ‘Allah’ jauh sebelum Nabi
Muhammad SAW diutus sebagai Nabi oleh Allah SWT. Herlianto menulis:
“Di kalangan orang Arab pengikut Yesus, penggunaan nama ‘Allah’ sudah
terjadi sejak awal kekristenan. Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku
Arab Harits dipimpin Uskup bernama ‘Abd Allah’, Inkripsi Zabad (512)
diawali ‘Bism, al-llah’ (dengan nama Allah, band. Ezra 5:1, demikian
juga Inkripsi ‘Umm al-Jimmal’ (abad ke-6) menyebut ‘Allahu ghufran’
(Allah yang mengampuni)… Nama ‘Allah’ bukanlah kata ‘Islam’ melainkan
kata ‘Arab’ sebab sudah digunakan sejak keturunan Semitik suku Arab yang
menyebut ‘El’ Semitik dalam dialek mereka, dan juga digunakan orang
Arab yang beragama Yahudi dan Kristen jauh sebelum kehadiran Islam…
Kalau mau jujur, nama Ilah/Allah sebenarnya bukan merupakan terjemahan
El/Elohim Ibrani dan Elah/Elaha dalam bahasa Aram, melainkan merupakan
dialek (logat) yang berkembang dalam suku-suku turunan mereka. Jadi,
transliterasi nama El/Elohim/Eloah menjadi Ilah/Allah justru lebih dekat
dibandingkan istilah Yunani Theos dan Inggris God.” (Herlianto, Nama
Allah, Nama Tuhan Yang Dipermasalahkan, Mitra Pustaka, 2006, hal.
26-27).
Bagaimana pandangan Islam terhadap klaim kaum Kristen soal kata ‘Allah’ tersebut?
Islam mengakui, kata ‘Allah’ – sebagai nama Tuhan -- sudah digunakan
oleh kaum musyrik Arab dan kaum Kristen. Tetapi, setelah diutusnya
Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir dan diturunkannya al-Quran sebagai
wahyu terakhir, maka Allah telah mengenalkan namanya secara resmi dalam
bahasa Arab, yaitu ALLAH: “Innaniy ana-Allahu Laa-ilaaha illaa Ana,
fa’budniy wa-aqimish-shalaata lidzikriy.” (Sungguh, Aku ini Allah, tidak
ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkan shalat untuk
mengingat-Ku). (QS Thaha:14).
Tak hanya itu, Al-Quran juga mengkoreksi penggunaan dan pemaknaan
kata Allah yang keliru oleh kaum Kristen, sehingga Allah diserikatkan
dengan makhluk-Nya, seperti Nabi Isa a.s. yang oleh kaum Kristen
diangkat sebagai Tuhan. “Sungguh telah kafirlah orang-orang yang
menyatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga.” (QS 5:73).
Logika Islam sangat mudah: Jika ingin tahu nama Tuhan yang
sebenarnya, sifat-sifat-Nya, dan cara yang benar dalam menyembah-Nya,
maka – logisnya -- hanya Tuhan itu sendiri yang dapat menjelaskannya.
Tidak usah bingung, tidak perlu repot-repot dan tanpa berbelit-belit.
Nama Tuhan itu adalah ALLAH. Pakai huruf kecil atau kapital, nama Tuhan
yang sah adalah ALLAH. Tuhan sudah memilih nama-Nya yang resmi. Nama
itu sudah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang
diutus kepada seluruh manusia, bukan hanya untuk Bani Israil saja (QS
34:28).
Maka, dalam pandangan Islam, amat sangat tidak patut, jika kata ALLAH
– nama Tuhan Yang Maha Suci -- digunakan secara sembarangan dan diberi
sifat-sifat yang tidak sesuai dengan sifat yang dikenalkan oleh Allah
SWT itu sendiri. Karena itulah, kaum Muslim sangat takut melakukan dosa
syirik atau pun mengarang-ngarang nama Tuhan atau mereka-reka cara-cara
ibadah kepada Allah SWT.
Seperti dijelaskan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kaum Kristen
di alam Melayu-Indonesia baru menggunakan kata Allah pada abad ke-17.
Seyogyanya kaum Kristen tidak perlu melanjutkan ambisi kaum penjajah
untuk mengelabui kaum Muslim agar berpindah agama melalui penggunaan
kata Allah yang tidak sepatutnya.
Karena itu, menyimak kebingungan dan polemik penggunaan kata Allah di
kalangan kaum Kristen di Indonesia yang tiada ujung, tampaknya akan
lebih baik ANDAIKAN kaum Kristen di alam Melayu-Indonesia, meninggalkan
kata ‘Allah’ dan menyebut Tuhan mereka sebagaimana induk dan asal agama
Kristen di Barat, yaitu God, Lord, Yahweh, Elohim, atau TUHAN.
InsyaAllah itu akan lebih baik dan tidak membingungkan di antara kaum
Kristen dan umat beragama lainnya. Wallahu a’lam./Bojonegoro, 30 Januari
2013.*
Penulis Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn
Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama Radio
Dakta 107 FM dan hidayatullah.com