Assalamualaikum..
Sebagai penyegar suasana yang saya harapkan juga membawa pelajaran atau mungkin hanya sekedar hiburan dan sesuatu yang bisa disimak dengan baik, saya akan mulai menulis apa yang ada di kepala saya ini berkaitan dengan suatu topik secara apa adanya. Masih dengan mempedulikan nilai etika dan ajaran agama, saya ingin menuangkan suatu goresan hati, pikiran dan naluri murni gadis muslimah yang masih tumbuh, kadang labil tapi in sha Allah nggak ababil, dan berusaha berpikir rasionalis agar ia tidak menjalani semua secara serampangan. hehe *apaan sih*
Di
usia yang menginjak titik dimana dewasa yang dinilai dari bagaimana kita menentukan langkah dan pilihan untuk
melanjutkan jalan hidup secara matang dan berkembang. Saya bersyukur sekalipun
saya adalah anak yang sangat kurang gizi,hehe pengalaman dan suatu
kebanggaan yang terlihat, tapi saya merasa saya sudah cukup bisa berpikir
secara positif dengan logika dan otak yang sudah terlatih untuk mempertanyakan
tentang kejadian yang membuat otak saya bekerja cukup berat untuk mengambil
hikmah, tujuan dan pelajaran.
Sepertinya
saya sangat bertele-tele, tapi karena akhir-akhir ini saya berambisi dari nol
lagi meneruskan hobi ecek-ecek saya sebagai penulis sejak SMP untuk menjadi
penulis resmi (hehehe), sekarang saya berusaha semaksimal mungkin untuk
menghadirkan sebuah kata-kata yang mempunyai nada untuk menggambarkan perasaan
secara detail. Hehe. Aduh makin ngaco.. Maaph.
TO
THE POINT nya.. Di usia segini, dimana sebenarkan kegelisahan dan kebimbangan
muncul bukan karena murni dari naluri tapi karena awalnya melihat kisah
teman-teman sebaya di sekitar yang ternyata telah membuat keputusan untuk
memilih melakukan hal yang bagi saya bisa dibilang waduh, woww, iiihhh
banget...
Sementara
disini saya masih ngusap ingus, keringat dan air mata sambil mikirin skripsi
yang entah gimana selesaikan, lalu gimana juga nantinya mencari kerja dengan
otak saya yang medium ini, biar dapet duit yang banyak biar bisa buka usaha,
bisa umroh sama ibu ortu satu-satunya. Waaah.. panjang ceritanya sudah
dipikiran saya, proposal hidup masih tahap pengetikan dan tidak untuk di
publikasikan. hehehe..
Sementara
teman saya dimanapun, seperti salah satunya di facebook dengan teganya udah
pamer cincin, pamer undangan, pamer foto resepsi, PAMER PENGERAN CINTANYA!! Foto berdua dengan sumringah banget udah kayak pemeran utama drama atau pasangan pemilik dunia aja, yang lain ngontrak. hihihihi.
Hohoho..
That’s cast still not exist in my latest life episode about single fighter
of college final thesis. GUBRAAAK.. That’s nobody called baby, hunny,
sweety, baby, beb, pap, yang, sayang, peyang, loyaaang ~ kwaaa
kwaaa..
Hmm..
liat pasangan berbahagia itu perasaan saya kadang datar, kadang nanjak persis
kayak grafik detak jantung. Lebih dominan nggak mau ikut terbawa perasaan sih,
ngapain pula saya jadi excited, udahlah.. beda cerita, gak ngerti
rasanya juga tuh senengnya dilamar atau dinikahin, jadi pasang muka standartnya
orang ‘ikut-ikutan’ senang saja.. Toh kenyataannya baru ada dua tipe laki-laki
yang ngakunya pernah sangat sayang sama saya tapi ternyata:
1. Tipe cinta monyet paling ganteng yang sungguh
sudah putus asa dan sudah tak meninggalkan jejak selain hutangnya.
Wkwkwkwkwkwk. *gak serius loh*
2. Tipe yang sangat amat mudah menyerah
dan nggak mau berjuang, nggak serius, cuma sayang karna khilaf *GUBRAK*
Kayaknya
skenario hidup saya memang belum sampe ke halaman romansenya. Yang
kemarin-kemarin cuma tipuan kamera aja datang jadi orang yang seakan-akan nyata
dah melambungkan perasaan, tapi ternyata mereka yang sekarang berstatus secara
resmi di dunia bualan anak remaja ini sebagai mantan pacar itu hanya sebagai stuntman
yang aksinya akhirnya jedotin saya juga di tembok. Alaaamaaak!! Sakit tahu... Cut-cut!! Tunggu peran utama aslinya dulu, mungkin
lagi dandan dan nungguin mobil putihnya yang masih masuk bengkel atau
cicilannya belum lunas (ketika berubah jaman, pangeran kuda putihpun berubah
jadi pangeran mobil putih) *Cuma ngayal* Jangan nyasar ya pangeran, speednya
dicepetin dikit juga boleh.. hehehehehehehehehe
Jadi ya slow aja
lah..*plinplan* Toh ini juga lagi seru-serunya. Lagi kerjain skripsi loh!!!
Hayoo siapa mau ikutan bantu dapat sayembara berhadiah sate dan saus kacangnya.
*maaph ngaco*
Nah..
sebenarnya saya nulis gini karena kadang risih juga ya denger komentar orang
bahkan keluhan orang mengenai dirinya sendiri.
Terutama
keluarga besarku yang selalu bilang, “Ntar kalau sudah punya suami.. begini,
begitu yaaa??”
Atau seorang
temen bilang, “Ku mau nikah. Orangnya baik... sekaliii dah..... Doain supaya
lancar dan langgeng ya. Kuharap sahabatku ini segera dapat pasangan yang
bla-bla..”
Doain tapi
panas-panasin dulu, wkwkwk gak kok. Aku sungguh turut bahagia atas dirimu
friend.. :D
Dan juga ada
yang ajakin, “Ayo ikut seminar pernikahan!!”
WHAAAAT!!??
Serrrr.. gitu rasanya dihati tiap mereka mention kata-kata yang berbau masakan
cathering resepsi pernikahan. Aduh.. Saya sudah diusia dimana pernikahan bukan
suatu perbincangan yang tabu dan kagok tapi memang sudah jadi bahasan yang
cukup mengencangkan saraf otak karena tegangnya. Sekalipun bukan harus terjadi pada beberapa
bulan kedepan, tapi iya.. saya sudah cukup waktu untuk mempunyai pengetahuan
tentang itu. Toh bahkan teman sebaya saya bahkan sudah banyak juga yang
menjalani. Saya bukan ketinggalan, hanya saja saya punya pilihan bahkan garis
takdir yang berbeda dengan mereka.
Terkadang saya
sangat percaya dengan garis yang Allah SWT berikan pada kita, kita harus
berbaik sangka bahwa ketika kita mengusahan yang terbaik untuk beribadah
padaNya, maka Allah akan memberikan balasan yang jauh yang lebih dari apa yang
kita inginkan. Aamiin YRA.
*agak seriusan
dikit*
Tapi diluar
takdir yang kadang kitapun masih ragu apakah kualitas ibadah kita ini beneran
sudah baik sehingga kita layak mendapatkan apa yang kita inginkan. Maka rasa
takut pun tak dipungkiri kadang sangat kuat mendera batin.
Iya, saya
menginkan laki-laki yang baik, begini, begitu.. bla bla.. ada lah suatu syarat
dasar utama yang sudah ada dipikiran bagaimana laki-laki yang ‘loveable’ bagi
saya dan udah jadi khayalan ketika saya menjelma jadi putri tidur *mulai*
Iya.. laki-laki
seperti itu insya Allah masih ada meskipun populasinya sudah cukup jarang di
deteksi. Tapi.. apakah iya orang seperti itu mau sama saya? Apakah saya pantas
untuk dia? Itu adalah kalimat jaga-jaga biar saya nggak terlalu ngarep, tau
diri dan gak ngayal ketinggian.
Ketinggian? Bukanlah
berarti patokan saya di harta. Meskipun Ustadz
Felix Siauw yang laki-laki pun bilang bahwa kemapanan laki-laki itu harga mati.
Kenapa? Biar istrinya nggak ikut jungkir balik cari uang mati-matian sampai
akhirnya nelantarin anak dan keluarga, masuk akal nggak?
Mapan.. Apa
harus kaya raya? Borju? Gedongan? Nggak juga lah.. tapi setidaknya kebutuhan
pokok bisa terpenuhi. Nggak perlu minta
orang tua, mertua, ngutang atau bahkan nogel. Eyaaa... Naudzubillah.
Tinggi yang saya
maksud adalah.. Dimana bisa dibilang moral dan akhlak laki-laki yang mencakup
tanggung jawab dan kesetiaan itu minimal nilai 90 atau pasnya 88 lah.. *nawar*
Yups.. almost perfect. Emang
manusia nggak bisa kayak Nabi atau malaikat yang sifatnya gak ada jeleknya.
Ya... Nyebelin, ngeselin atau jitakable dikit gak apa-apalah yang
penting dia setia, jujur, tanggung jawab, sopan, tuluusss banget lahhh.. Kan
ada tuh kata-kata “Perempuan bisa tahan dengan kesibukan atau kemiskinan
laki-laki tapi tidak bisa tahan dengan sikap buruknya.” You got it boy?
Kemudian jika tidak. Akan sangat menakutkan
jika saya menemui kekecewaan lagi.
Dimana saya sudah bosan sakit hati, sudah bosan dengan bualan, sudah
bosan main-main intinya..
To be continued in Part 2
Bersambung ke Part 2