"Hanya kepada-Nya-lah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka." (QS. 10:4)
Masih ada segelintir orang yang
muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban
dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih,
kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam
benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus
beribadah?” Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami
melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk
menjelaskan hal ini.
Saudaraku ... Inilah Tujuan Engkau
Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan
dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup
di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita
jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz
Dzariyat: 56)
Saudaraku ... Jadi, Allah tidaklah
membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk
makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan
hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita.
Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat
beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى
صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
"Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)" (QS. 10:25)
Allah ingin mengundang manusia datang ke Surga sebagaimana tempat manusia pertama di ciptakan (Nabi Adam). Allah menunjukkan cara dan syaratnya, tentu Allah akan hanya memilih siapa yang MAU menaatiNya dalam jalan yang lurus lah yang akan di kendakiNya masuk ke Surga.
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan,
“Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah
kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin,
1/98) Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan
seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah
dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ
الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira, bahwa ia
akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah:
36).
Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa
diperintah dan dilarang?”
Bayangkan jika hidup ini bebas tanpa aturan dan perintah. Semua manusia melakukan hal sesuai kehendaknya. Hancur sudah ~
Bayangkan jika hidup ini bebas tanpa aturan dan perintah. Semua manusia melakukan hal sesuai kehendaknya. Hancur sudah ~
.
Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa
ada balasan dan siksaan?” (Lihat
Madaarijus Salikin, 1/98)
Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita,
Justru Kita yang Butuh Beribadah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui
tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah
memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada
kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya
dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah
yang Maha Pemberi Rizki. Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz
Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ
وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو
الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)
“Aku tidak menghendaki rezeki
sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan
pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan
lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)
Jadi, justru kita yang butuh pada
Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
Saudaraku ... Semoga kita dapat
memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim
rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57.
Beliau rahimahullah mengatakan,“Dalam
ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan
manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari
makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru
dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka
beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan.
Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan
perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut
akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan
kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah
yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan
kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada
Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi.
Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu
berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya,
bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah
adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan
Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah
(kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang
diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan
fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah
diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa
terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang
Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya
adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini
tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan
makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah
menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia
kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud.
Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz
Dzariyat: 56)
Tujuan penciptaan di sini termasuk
irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk
mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman
dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada
Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk
merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’
Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan
pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah
mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa
menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan
mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik
kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah
(tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat
inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah
menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.”
(Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar
menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan
yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak
ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com