Label:

Masjid Gaul dan Hijrah Millenial

Bismillah...
Assalamualaikum wr.wb

Ilustrasi : Masjid di Brunei Darussalam
Semoga gerakan jemari mengetikkan tulisan ini atas ridho Allah SWT. Sebagai orang awam yang cinta agamanya, yang mungkin terkadang gagal alim, hijrah setengah jadi, tapi masih ada nurani ketika seseorang bicara mengenai iman.

Tak ada seharipun dilewati tanpa menyesali dosa dan menahan hawa nafsu atau kecolongan hawa nafsu, jadi terlihat hina kalau orang seperti saya ingin mendakwahi orang banyak atau mengkoreksi iman orang yang lebih berilmu.

Jadi, disini bukan maksud saya mendakwahi atau sok menjudge tapi hanya mengutarakan pikiran, memberikan sedikit saran, dengan usaha positive thinking dan tabayyun dengan perkara yang silih berganti dan berseliweran membuat otak dan hati terkadang bergulat ataupun bermusyawarah.

Kita memang tidak hidup  di jaman Nabi, mungkin sudah lebih susah mendapat hidayah,  susah lagi istiqomahnya, terombang ambing jaman yang makin tidak Islami. Ada kerancuan, ada kekhilafan yang tak tertelisik. Tidak ada kesempurnaan, perselisihan terkadang tidak terpecahkan. Terkadang hitam putih terlihat jelas, diperkara lain akan tampak abu-abu.

Mungkin karena ilmu itu luas, iman kita tak stabil, dunia yang terlalu menggoyahkan dan hawa nafsu lebih luas. Kita punya kepala masing-masing, informasi masing-masing dan output yang bermacam-macam, yang akhirnya melahirkan ketimpangan, keraguan pada sesama atau yang lain. 

Dunia sudah berubah, jaman jauh berbeda, apakah kita harus mengikuti hidup Nabi sama persis ataukah kita menyesuaikan jaman dengan apa yang ada sekarang?



Mungkin kedua-keduanya benar, bagi saya, tapi ada batasan dan ada yang mutlak dan tak mutlak.
Seperti sabda Nabi SAW,  "Didiklah anakmu sesuai jamannya, mereka di besarkan bukan di jaman kalian." 

Jadi mungkin kalau kita bandingan dengan kehidupan kita, anak 90 an dulu mainannya mainan original ala masa kecil bahagia. Tapi kebahagiaan anak-anak sekarang mungkin sedikit berbeda, sudah kenal smart phone, jaman mereka memang lebih canggih, terfasilitasi. 

Semua memang tergantung didikan orang tua. Kita boleh ajarkan mereka mainan ala kita dahulu, tapi kalau lingkungan di sekitar bertindak lain, lantas apakah kita harus mengurung mereka di dalam rumah terus? Hanya boleh bertemu dengan orang yang sepemikiran dengan kita, apa semudah itu? Iya, kalau kita selalu di samping mereka. Mau nggak mau mereka beranjak dewasa, berkembang dan akan tahu, apa-apa saja yang ada di jaman sekarang, penasaran, dan sifat mengekang orang tua biasanya justru menjadi tombak keberontakan mereka ketika mereka tumbuh besar.

Yang penting apa? Jangan kelewat batas dan masih dalam pengawasan kita. Nggak kasih akses internet misal, isi dengan aplikasi yang tetap berhubungan dengan Al-Qur'an tapi yang mengandung permainan, misal game permainan huruf hijaiyah, dsb, dia akan tetap merasa sama dengan temannya dan nggak penasaran lagi. Batasi juga waktu dll.

Karena kita tidak tahu perangai orang sepenuhnya, termasuk anak kita. Kita sudah berusaha ajarkan sesuai agama dengan sekuat apapun, kalau sudah kecolongan celah sedikit saja, bukan tak mungkin ada belokan, meski adapula anak-anak yang teguh di jalan yang orang tua arahkan sejak kecil. Tapi, sama diri sendiri saja sering salah sangka. Kirain imannya kuat, eh masih aja kecolongan.

Itu salah satu contoh ya... begitupula ada hal-hal yang kita tidak bisa contoh Nabi sama persis karena peradaban berbeda waktu 1400 tahun. Tapi itu bukan hal-hal wajib. Salah satu contoh kecil (karena kurang ilmu tidak berani ambil contoh besar) Nabi dulu makan dengan 3 jari (jari tengah, telunjuk, jempol) mungkin akan sulit di aplikasikan di kehidupan kita karena Nabi dulu bukan makan nasi seperti kita melainkan makan roti dan kurma (kalau makan nasi pakai 3 jari susah), Nabi dulu lebih banyak berjalan atau naik onta, sementara jaman sekarang sudah ada kendaraan bermotor, dll.

Lalu apa hubungannya dengan judul di atas??

JAMAN NOW adalah JAMAN MILLENEAL katanya guuuuuuyyyysss

Semua serba canggih, gaul, modern. Iyaa... sangat berbeda dengan jaman Nabi. Tidak ada pesawat terbang, LRT, kafe kekinian, instagram, selebram... iya bahkan beberapa hal baru ada beberapa tahun terakhir ini di peradaban manusia dan merubah segalanya, iya, hampir segalanya. 

Salah??

Tidak, tidak sepenuhnya salah tapi tidak sepenuhnya benar dari akibat yang dilahirkan oleh Jaman Now ini.

Yang paling mencolok dari jaman ini adalah KREATIFITAS dan SHOW UP.

 
Salah?? 

Tidak juga, tapi ada kreatifitas yang berlebihan,tidak pada tempatnya.

Meski disisi lain, TENTU banyak pula kreatifitas yang sangat membantu jalan dakwah, tersebarnya informasi benar, baik dan penting. 

Kesempurnaan hampir mustahil ditemukan, karena meski terkadang perkara hitam putih begitu jelas, tapi ada pula abu-abu luas menyelimuti. 

MASJID GAUL

Masuk ke judul, hal yang paling bikin saya terhenyak ketika ada gagasan ustadznya anak muda yang ingin membuat konsep Masjid Gaul. Apalagi beliau beliau termasuk ustadz kesukaan saya (saya mendengar semua ceramah ustadz dari salaf, UAS, UAH, dll)

Saya cukup resah hanya dengan membaca judul tersebut, dan lebih kaget lagi ketika membaca isinya, detail tentang konsep.

Masjid koooookkkk...

Kafe, Live music, Break dance, dll...

Oke pandanglah itu sebagai upaya untuk menarik minat anak muda yang kebanyakan terlena dunia, seperti dulu menurut cerita,  orang membawa Islam ke Indonesiapun dengan cara masuk ke budaya masyarakat jaman itu yang mayor Hindu, termasuk adanya Tahlil dengan hitungan hari ke 3, 7, 40, 100, dll adalah adaptasi orang Hindu yang syukuran dengan hitungan hari tersebut. Wallahualam.

Apakah itu cara yang benar, sementara prakteknya ternyata Tahlil tidak seluruhmya perintah Islam. Surat surat Tahlil bagus untuk kita kirimkan untuk orang yang sudah meninggal, tapi bagaimana budaya yang berduka justru repot menghidangkan makanan untuk para pembaca Tahlil apalagi itu dilaksanakan banyak kali pada hari hari tersebut.

Salah satu cara kita menyampaikan dakwah dengan orang yang jauh dari kata hijrah adalah BERBAUR TAPI TIDAK MELEBUR. Ucapan itu saya suka. Kita tak boleh anti, menjauhi mereka hanya karena mereka masih banyak bergaul di jalan yang menyimpang (toh kita juga tidak suci, tapi ikhtiar agar tidak terjerumus lagi), karena dengan keras dan mengisolasi diri dari mereka, maka dakwah tak akan bisa sampai, maka sah-sah saja jika kita tetap berteman, berbicara, selama kita tidak mengikuti kebiasaan mereka.

"Sis... besok ketemuan yok makan ayam jingkrak."
"Ayo cusss..."
"Pulangnya nonton konser gratis di kampus ku yuk... ada boyband Thailand loh."
"Nggak ah sis, dari situ langsung pulang aja soalnya.... (loading cari alasan ngeles)." 

Nah contoh kasus diatas antara teman yang hijrah dan nggak misal, ya kumpul tetep kumpul aja, selama acaranya nggak aneh-aneh, tapi kalau ajakannya udah nggak sesuai dengan keyakinan dan nurani ya kita hindari, kita tolak secara halus, mungkin suatu saat kalau dia tanya kenapa nggak pernah mau diajak nonton konser, alasan yang mengandung dakwah bisa di sampaikan padanya. Tetap berteman, sambil ngobrol makan ayam jingkrak sambil menyisipkan kata bermakna hadits, tapi ketika dia beranjak ke kebiasaannya yang tidak sesuai, kita tak perlu ngikut hanya agar terlihat berpadu satu, biar nggak di cap radikal atau dibilang "Hijrah kok gtu amat."

Allright, berbicara lagi tentang Masjid gaul, otw dulu tabayyun. Apakah maksud dari live music?? InsyaAllah saya pastikan mereka bukannya akan mengisi tempat tersebut dengan musik jaman now yang alay bin lebay bikin baperan atau musik barat dan Kpop. Saya yakin 200% bukan.
Mereka adalah ustadz berilmu tentu jauh lebih banyak dari saya, nggak mungkin sejauh itu bertindak tapi ada uneg-uneg lain yang ingin saya utarakan... 

Kalau mungkin ustadz tersebut punya salah dan khilaf pada perkara ini, saya yakin saya punya khilaf yang lebih banyak, tapi karena beliau beliau adalah sosok yang berpengaruh, saya khawatir, bukan khawatir dengan output Masjid itu bila memang jadi di buat, ya mungkin sedikit khawatir, tapi hal yang lebih di khawatirkan adalah...

Jika ini perkara yang memang akan jadi 'buah' tahdzir di banyak kalangan,  bukan hanya kalangan salaf, bahkan yang awampun banyak turun pendapat konsep ini bertentangan dengan hati nurani, saya takut akan ada cap yang tidak baik, sehingga banyak yang tidak mau dengar ceramah ustadz sekalian bahkan dengan mudahnya penyebaran informasi, banyak yang akan menyebarkan berita bahwa ustadz sekalian ustadz yang begini begitu, yang tidak patut di contoh, tidak patut di dengarkan ceramahnya, dsb.

Padahal saya tahu ustadz sekalian sering menyampaikan hal baik dan mengundang kebaikan, saya tahu ustadz sekalian sama sekali tak punya tujuan menghancurkan adab Islam sebagaimana banyak tuduhan dituliskan setelah turun kabar tentang Masjid Gaul ini.

Daripada menyisipkan tambahan pada hal yang tidak perlu ditambah, mungkin bawalah konsep tersebut dengan haluan yang berbalik. 

Seperti Islam yang tidak bisa disematkan dengan kata Islam Nusantara, Islam Moderat, sama dengan Masjid yang tak perlu berubah dan bertambah fungsi dari semestinya, kecuali kalau di tambahkan perpustakaan atau toko produk halal tak masalah menurut saya.



Alangkah baiknya jika ada konsep  Kafe Syar'i, seperti mulai berkembangnya ide wisata halal. Keberadaan kafe tidak di haramkan, tapi lebih berkah jika dihubungkan dengan perkara agama, jika ada yang menggagas demikian, Jadi kafenya cuma jual produk halal yang enak dan instagramable, laki dan perempuan di pisah dan speakernya diperdengarkan ayat Al-Qur'an atau tak perlu musik sama sekali, di dindingnya dihias seapik mungkin dengan sisipan kalam Allah, ayat Al-Quŕan maupun Hadits, kalau waktu sholat, Adzan pun berkumandang di speaker dll. Duh jadi ngayal pingin bikin, padahal gak punya modal, hihihi. Di jamin tuh masuk sana takut gosip hihihihi...

Yakinlah banyak yang penasaran, blogger dan vlogger yang datang karena keunikannya meski mereka bukan orang hijrah. Hehe sotoy banget deh

Mengajak hijrah tidak perlu melebur, tapi membaur. Jamannya kafe kekinian, mari ikut tak papa, asal  nggak menyimpang dari Islam, tidak membolehkan berkhalwat, tidak membolehkan makanan minuman haram. Tapi emang ada kekinian yang tidak selaras dengan agama sebagaimana banyak tradisi yang yang kontras dengan syara, ini yang perlu kita waspadai. Mungkin karena membayangkan kreatifitas adalah hal yang sangat menarik di jaman ini,  bahkan pada berlomba-lomba, maka banyak orang yang jadi out of the box, termasuk saya sendiri mungkin yang jadi sering banget insta story duhh... pamer, pingin eksis cyiiin?? (Sekarang lagi ikhtiar kurangi upload yang kurang faedah)

Jadi....
MASJID GAUL... 

Afwan, ustadz yang terhormat, di samping kata gaul yang ganjel di hati dan nyantol di kepala, about MUSIC, is BIG NO.
Saya mungkin belum 100% hijrah dari musik, tapi saya berusaha menghindar, menjauh, dari yang dulu mau tidur, makan, jalan-jalan, earphone nancep di kuping denger Kpop oppa berdendang, sekarang sudah stop, mungkin sesekali terdengar ketika ada musik dalam satu acara, karena saya masih nonton acara reality show yang kadang menghadirkan musik (musiknya sering di skip karena kesuwen *bhs Jawa) Bukan sebuah kebutuhan atau kesenangan, tapi terkadang masih mampir.  Tapi saya sadar 100% mengakui tanpa baca dalilpun saya merasakan kalau musik itu mengganggu ibadah saya dan mengacaukan pikiran dan hati saya pula. Apalagi musik di tempat ibadah sangat identik dengan kaum nasrani di gereja-gereja.

Diluar dari nyanyian maksud saya diatas yang mungkin ustadz pun sepakat haramnya, saya juga membayangkan alangkah tidak harmoninya, kekhusyukkan yang kental dengan ibadah orang muslim lalu di campur dengan tabuhan musik, meski tanpa nyanyian dan hanya instrumen. Meski bukan dalam keadaan sholat tapi saat dakwah, kayaknya kekhusyukkan itu buyar dan terpecah, ada nurani yang bergejolak. itu saya rasakan berdasar qolbu saya, meski saya dulu ingin menyangsikan tentang ke haraman musik. Tapi hati kecil saya berkata seharusnya hanya ada kekhusyukan obadah dan doa, dakwah, hikmah dan Kalam Allah saja yang boleh masuk di Masjid, tidak perlu ditambah yang lain.
Sekali lagi, saya tidak cukup ilmu untuk mengatakan apakah musik dengan lagu religi, dengan kata ajakan pada agama Islam adalah sama haramnya, tapi alangkah baiknya, tidak dibawa ke Masjid, karena tidak pada tempatnya.

Permisalan yang meski nggak sama persis, misal dalam satu kelas di Sekolah Dasar belajar tentang makanan sehat lalu ada murid yang makan sendiri maupun mengajak teman-temannya makan di kelas saat pelajaran itu berlangsung, bagaimana? Aneh dan kacau kan? Ini waktunya serius mendengarkan pelajaran dan para siswa berdalih sendiri bahwa seakan makan sambil belajar itu lebih seru, dan makan tidak boleh dilarang karena kebutuhan manusia pada saat lapar padahal peraturan umum kita tidak boleh makan saat pelajaran berlangsung. 

Diluar apakah makanan yang dimakan murid murid itu halal, sehat? Apakah cara makannya benar, yang jelas itu tidak seharusnya dilakukan di dalam kelas.

Sebagaimana anggapan orang yang mengatakan musik religi masih boleh, tapi lebih baik tidak di masukkan dan dikaitkan dengan lingkungan Masjid. Tidak sinkron. 

Mungkin ada hal yang biasa saja saat di dalam ranah umum, ranah duniawi, tapi tidak cocok dengan Masjid. 

Atau kalau mau buat muslim street seperti Korea Selatan? Satu gang hanya ada restoran halal makanan berbagai negara, toko buku Islam, supermarket halal, kosmetik halal, lalu paling pojok ada Masjid. Sepanjang jalanpun terdengar suara lantunan Quran. Tapi di dalam Masjid ya hanya ada Masjid seperti pada umumnya serta kantor muslim Korea yang meneliti makanan halal. Tidak ada kesan hip hop dan gaul sekale seperti konsep ala-ala Kpop, tapi banyak juga anak muda Korea dan kalangan lain yang datang dan kepo. 

SAYA JUGA YAKIN 200% MAKSUD USTADZ USTADZ INI ADALAH BAIK
Tapi ada hal yang manusiawi, ada khilafnya, bukan mau ngejudge tapi sebagian besar pun tahu bahwa ini agar berkesinambungan dengan ciri Islam yang di pertahankan dari dulu.
Mungkin ingin buat gebrakan baru, ingin merangkul kaum milleanial agar lebih tertarik dengan perkara agama daripada oppa oppa, dari pada si roman mellow Dilan atau para serigala-serigala ganteng. 

Tapi takut ya Hijrahnya jadi ambigu siiihh...
Outputnya bagaimana kita tidak tahu, tapi kesannya sudah mengganjal.

Saya yakin ustadz manapun pernah salah mengambil satu tindakan, meski salahnya tidak sebanyak gunung kayak saya huhuhu... Pasti ada ustadz yang lemah di perkara ini tapi sangat ahli di perkara itu dst, melakukan dosapun pasti pernah karena Surga dan Neraka sama sama dihuni pendosa tapi penghuni Surga adalah pendosa yang meminta ampun. 

Apalagi saya selalu berpikiran positif bahwa ustadz ustadz yang sebagian besar baik baik ini timbangan amal baiknya pasti lebih berat timbang dosanya. 

Intinya ustadz juga bisa salah, meski mungkin tidak dengan niatnya tapi tindakannya, Wallahualam. Tidak apa dan sangat wajar karena kita semua adalah murid dari sekolah kehidupan duniawi, kita dapat modul dan kisi kisi tapi sepandai apapun kita, mungkin saja kita ada salah satu dua jawaban, karena mutlak kita bukan pembuat soal dan penemu pengetahuan dan ilmu. Yang penting kita lapang dada dan mau dikoreksi. 

Jadi sangat diharapkan Ustadz yang mungkin tidak sengaja menyelisihi perkara umum dalam Islam dan mendapat nasehat ulama lain dan saran dari umat, mau merenungkan dan meralat, saya sangat berharap ada yang di perbaiki dari gagasan tersebut mempertimbangkan memang adanya kesalahan karena sebagian besar umat tidak setuju. Semakin meminimalisir kontrea tentang perbedaan tentang dalil yang jelas, insyaAllah Islam bisa bersatu meski dari berbagai organisasi. 

Nyuwun sewu.... permisi kalau saya ada khilaf dan fatal di kata-kata, saya berusaha mengungkapkan sedikit pendapat saja. Semoga Allah memperbaiki dan mengampuni saya dan semoga umat Islam lebih solid kedepannya. Aamiin

 Wassalamualaikum wr wb

 
Youthism © 2012 | Designed by Canvas Art