Label:

Niat ibadahmu kemana??

Assalamualaikum..

Imam Ibnul Qayyim berkata, ”Niat adalah ruh amal, inti dan sendinya. Amal itu mengikuti niat. Amal menjadi benar karena niat yang benar. Dan amal menjadi rusak karena niat yang rusak.” (I’lamul Muwaqqi’in VI/106, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman). 
Hidayah itu mahal harganya, begitu susahnya insan manusia untuk bisa meraih hidayah yang sebenarnya itu, harus menepis segala godaan dan cobaan dari cabang jalan yang lebih banyak menyesatkan tapi terlihat nikmat walau sesaat.

Jika seseorang telah merasakan manisnya iman maka mudah saja untuknya mempertahankan segala kualitas beribadahnya.  . Sebagai orang yang komitmen untuk memperbaiki dan menjalankan ibadah tentu sangat bagus dan patut di pertahankan. Tapi puluhan tahun manusia hidup di dunia, selama itu pula syaitan mencoba menyesatkannya, terus menggodanya dengan berbagai tipu daya.

Tanpa di sadari, kadang kala ditengah satu hal yang kita yakini merupakan satu usaha ikhtiar untuk istiqomah ternyata niat dalam hati telah jauh melenceng. Masih rajin melakukan segala cabang ibadah, tapi niat dan kiblatnya bukan lagi pada Yang Maha Menciptakan, Allah SWT. Tapi agar dipandang orang, agar dianggap baik, agar mendapat pengakuan atau pujian dan lainnya. Naudzubillah..

Riya atau pamer inilah salah satu sifat yang berbahaya di dunia, hehe. Mungkin tidak berbahaya bagi orang lain selain membuat mereka geleng-geleng kepala. Tapi justru sifat ini bahaya bagi diri kita sendiri karena bisa menghapus, menggerus pahala kebaikan atau bahkan kita tidak memperoleh apa-apa dari ibadah yang sekian macam banyaknya yang sudah kita lakukan karena ternyata niatnya salah kaprah. Ya Allah, hindarkan kami dari yang seperti ini.

Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan agar dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amal tersebut.”

Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan dua kalimat yang sangat dalam maknanya, yaitu, Sesungguhnya amal-amal bergantung kepada niat dan seseorang memperoleh apa yang diniatkan. Dalam kalimat pertama, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, amal tidak ada artinya tanpa ada niat. Sedangkan dalam kalimat kedua, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, orang yang melakukan suatu amal, ia tidak memperoleh apa-apa kecuali menurut niatnya. Hal ini mencakup iman, ibadah, da’wah, muamalah, nadzar, jihad, perjanjian dan tindakan apapun. 

Saya tidak sedang menggurui atau menyindir siapapun, tapi ini bentuk musahabah diri sendiri juga. Betapa menakutkannya niat yang melenceng dari diri yang kadang tidak kita sadari.


Kata guru ngaji saya, hal-hal seperti itu, kekotoran hati seperti itu memang sulit sekali dilacak. Seperti menyadari adanya semut hitam di atau batu pada malam hari, kebayang gak sulitnya?? Karena sekecil apapun itu akan tetap saja menodai faedah beribadah kita.

Karena semua amal manusia, diterima ataui tidaknya, tergantung pada niat ikhlas karena Allah Ta’ala. FIrman Allah :

“Dan mereka tidak diperintah melainkan menyembah Allah dengan memurnikan kethaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS. 98 :5).
"Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS, 51:56)
Niat kita untuk melakukan sesuatu tentu karena dilatar belakang tujuan kita. Apa sih tujuan kita beribadah? Atau bahkan, apa sih tujuan kita hidup? Pada dasarnya seharusnya semua manusia mempertanyakan dan mencari tahu hal ini.

Allah menjawab dalam firmannya di Al-Qur'an Surat Adh-Dhaariyat (51:56).  Tujuan kita adalah beribadah pada-Nya. Hanya untuk ibadah? Ibadah seperti apa? Apa hanya ibadah khusus yang wajib seperti Sholat, Puasa Ramadhan dan Zakat?

Tidak.. Seluruh kehidupan kita dari bangun tidur dan tidur lagi kemudian dari hidup lalu mati, sepanjang itulah semua yang kita lakukan bisa mengandung ibadah. Dengan syarat.. Semua niat karena Allah, semua dengan mengingat Allah, senantiasa Tawakkal.. Sekecil apapun hal yang kita lakukan (kebaikan) bisa menjadi ibadah dan mengandung pahala. Enak kan??

Setelah melakukan semua ibadah yang wajib dan afdol dillihat sebagai ibadah seperti sholat, mengaji dll.. kita tentu punya kegiatan yang terlihat 'duniawi' tapi sebenarnya itu juga bisa menjadi bagian besar sebagai ibadah.

Contoh :
- Seorang suami/ ayah/ laki-laki yang mencari nafkah untuk menghidupi anaknya, niatnya ibadah karena dia tahu sesuai fitrahnya sebagai seorang laki-laki dia dibebani menghidupi anak istrinya. mencari nafkah untuk menjaga dirinya agar tidak meminta-minta kepada orang lain, untuk membiayai dirinya dan keluarganya, akan diganjar atas niatnya. 
Seperti hadits Sa’ad bin Abi Waqqash Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya jika engkau menafkahkan hartamu yang dengannya engkau mengharapkan wajah Allah, maka engkau akan diberi pahala lantaran nafkahmu sampai apa yang engkau suapkan ke mulut isterimu”. (HR. Bukhari, no. 56; Fat-hul Bari, I/136 dan Muslim no. 1628, 5)
Dan apabila dia mencari nafkah dengan niat agar bisa hidup bermewah-mewah itu berarti ia mengikuti langkah syaitan.

- Mencari ilmu demi terhindar dari tipu daya dan mencari kebenaran, atau mencari ilmu untuk pamer gelar atau pamer karena dia pintar.
Menuntut ilmu dengan niat untuk mendapat ridho Allah,

Bagaimanakah niat yang benar dalam menuntut ilmu?
Pertama: Menuntut ilmu diniatkan untuk beribadah kepada Allah dengan benar.
Kedua: Berniat dalam menuntut ilmu untuk mengajarkan orang lain. Sehingga kebaikan dan kebenaran akan tersebar.
Ketiga: Istiqomah atau terus menerus dalam amal dan menuntut ilmu butuh waktu yang lama (bukan hanya sebentar).

“Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, maka silahkan ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Hakim dalam Mustadroknya)
- Bahkan berwisatapun bisa menjadi wisata jika ditujukan agar kita yang tadinya lelah dan jenuh lalu akhirnya menjadi semangat lagi untuk beribadah dan bekerja lagi demi mendapat ridho Allah.
 ***
Dan masih banyak lagi hal yang sepertinya duniawi akan tetapi sebenarnya itu adalah bagian dari ibadah tergantung niatan kita. Maka jangan lupa, luruskan hati bahwa semua adalah demi meraih ridho Allah.

Karena dengan begitu kita tidak cepat gegabah dan menjadi belingsatan begitu mendengar pendapat orang. Selagi kita tetapberdiri tegap diatas niatan yang murni karena Allah, tanggapan dan perlakukan manusia baik buruk tidak mempengaruhi niat kita. Setiap dipuji kita kembalikan bahwa ini karena kehebatan Allah yang memberi ilham pada kita dan bukan karena kita yang pintar, bersyukur dalam diam lebih baik dan jika diejek dan di su'udzoni kita juga tidak menjadi berkecil hati dan mengurungkan diri untuk tidak menyiarkan kebenaran lagi.

Ya, itu sulit tapi itu adalah tantangan yang akan berbuah manis kelak. Kita pun tahu, kita adalah manusia dengan penuh rasa cemas, takut dan kebanggaan, susah terlepas dari itu. Ketika dipuji rasa sombong dan kebanggaan datang maka cepat-cepatlah beristighfar, dan ketika dihina datang keputus asaan datang juga maka ingatlah Allah, ingatlah Nabi berpesan jangan takut diejek dalam menyebar kebenaran.
 
Niat yang salah mungkin banyak sekali terjadi disekitar kita contohnya seperti :

- Banyak orang kita lihat tingkat keberagamaannya (kesolehannya) ketika menjelang pemilu/pilkada, meningkat. Ia rajin datang ke Masjid, suka mendengar pengajian, bahkan memnberi sumbangan. Namun niatnya tidak lebih hanya mencari simpati orang, menunjukkan ke public, bahwa dirinya pantas dipilih, karena ia insan yang taat beragama. Mereka kira Allah bisa ditipu. Manusia mungkin bisa ditipu, tetapi Allah tidak bakal bisa ditipu.

- Memakai hijab karena laki-laki yang disukai yang meminta atau mensyaratkan, bukan diluruskan untuk menaati perintah Allah.

- Rajin Sholat karena sedang menyukai seseorang yang alim, sehingga berharap orang yang alim tadi juga menaruh simpati padanya karena dianggap sama-sama taat beribadah.
 
- Mempelajari Al-Qur'an hanya untuk berdebat hanya agar dianggap alim.
 
 Dan masih banyak lainnya.

“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal melainkan apa yang ditujukan semata-mata kepadaNya dan mencari wajahNya.”

Baik anda maupun saya mungkin susah untuk menelisik niat dalam diri masing-masing dalam setiap ibadah. Terkadang memang niat karena Allah, tapi bisa jadi suatu saat akan melenceng.

Insya Allah, jika semua ke khilafan itu kita sadari kemudian cepat-cepat mohon ampun dan bertekad untuk meluruskan niat lagi maka Allah akan benar-benar membantu dan membimbing kita. Jangan terlena dengan segala yang melambungkan maupun yang menenggelamkan. Selama kita yakini semua adalah kebaikan dan kebenaran disisi Allah dan tidak bermaksud untuk menyakiti orang lain, maka selama itu semoga kita terus diberi istiqomah melakukannya.



Kombinasi niat yang dibolehkan:
Tidak semua kombinasi niat dianggap buruk dan terlarang sehingga mengakibatkan amal itu tertolak. Yang jelas dan nyata terlarang adalah niat karena Allah bercampur dengan niat untuk mencari simpati orang, mendapatkan pujian dan penghormatan orang lain. Perbuatan ini disebut Riya’, dan ini termasuk ‘syirik khafy’ (syirik yang tersembunyi).

Adapun percampuran niat karena Allah dengan sesuatu yang lain untuk mendapatkan keuntungan materil, menurut para Ulama, tidak sampai merusak amal itu, selama tujuan pendamping itu tidak dominan. Yang dominan adalah karena mencari wajah Allah. Seperti pergi haji, disamping untuk tujuan ibadah, juga untuk berbisnis, membawa barang dagangan untuk dijual atau dibeli di tanah suci. Sehingga ia kembali membawa ajrun (pahala) dan ujratun (keuntungan).

Perubahan niat di tengah perjalanan:
Tak dapat dipungkiri untuk menjaga kelestarian niat yang ikhlas dari sejak awal perbuatan itu dilakukan hingga akhirnya dan untuk seterusnya, bukan suatu hal yang mudah. Bahkan hampir tak ada orang yang dapat melakukannya kecuali hanya sedikit. Lalu apakah ketika terjadi perubahan di tengah perjalanan amal itu, akan menghancurkan amal itu secara total?

Para Ulama menerangkan, bila suatu amal sudah diawali dengan niat ikhlas karena Allah, maka perubahan yang mungkin terjadi di tengah perjalanan, karena factor-faktor kelemahan diri sebagai manusia, maka tidak sampai menghancurkan amal itu seluruhnya. Demikian dikatakan Imam Ash-Shan’ani di dalam Subulussalam.

Ini memang realistis. Andaikan perubahan itu menghancurkan amal seluruhnya, niscaya sangat menyulitkan posisi manusia sebagai hamba Allah yang lemah. Allah Swt Maha mengetahui akan kelemahan hambaNya. Untuk mengantisipasi ini, maka setiap Muslim hendaknya senantiasa segera kembali kepada Allah setiap kali Syaitan mengalahkannya, dengan memperbanyak istighfar dan meminta kepada Allah agar amalnya diterima di sisiNya.
SEBUAH NASIHAT
Dengarkanlah nasihat Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari hafizhahullah berikut ini, beliau berkata:

“Apabila engkau menghadiri suatu majlis ilmu, niatkanlah bahwa kehadiranmu itu hanya untuk menambah ilmu dan pahala, jangan merasa cukup dengan ilmu yang ada padamu dan jangan mencari kesalahan atau kejanggalan untuk engkau sebarluaskan, sebab ini merupakan perbuatan orang rendahan yang selamanya tidak akan beruntung dengan ilmu. Apabila engkau hadir dengan niatan seperti ini (mengharap ilmu dan pahala, pen), sungguh engkau telah memperoleh kebaikan yang melimpah. Bila tidak, maka duduk di rumah lebih nyaman bagimu, lebih mulia bagi akhlakmu, dan lebih menyelamatkan agamamu.”

Lalu beliau melanjutkan nasihatnya, bahwasanya apabila kehadiran seseorang di majlis ilmu sudah dengan niatan seperti ini, hendaklah ia memilih salah satu dari tiga sikap berikut:
Pertama, diam dan memposisikan diri sebagai orang yang belum tahu, sehingga ia akan mendapatkan pahala dari niat baiknya itu, kemuliaan duduk bermajlis, dan terpuji karena tidak banyak tingkah.
Kedua, bertanya untuk menambah ilmu, sehingga ia akan mendapatkan tambahan ilmu.
Ketiga, memberikan masukan atau sanggahan dengan dasar ilmu, bukan asal-asalan atau dengan dasar hawa nafsu. [Disarikan dari kitab ‘Audah ila as-Sunnah, hlm. 66-68]
Ya Allah.. berikan aku Ilmu yang luas yang bermanfaat. Berilah aku kemampuan untuk menyampaikan pada orang lain kebaikan dan kebenaran dariMu agar Kau makin Ridho padaku disetiap langkah, disetiap saat. Jauhkan aku dari segala fitnah dan godaan. Bersihkan aku dari kekotoran pikiran dan kekotoran hati.  Jadikan aku hamba-Mu yang Kau cintai setiapku berbuat, ampuni dosaku dan buatlah aku bisa memperbaiki semua. Kuatkan aku, terus teguhkan aku untuk Istiqomah pada semua kebenaran sampai hari Kau memutuskan segalanya. Aamiin
Mohon maaf atas segala kekurangan penyampaian karena masih proses belajar.
Semoga bermanfaat.
Astaghfirullah, Alhamdulillah..

Assalamualaikum..

 
Youthism © 2012 | Designed by Canvas Art