Label:

Curhatan Perempuan tentang Pernikahan dan Berpendidikan Jauh

Assalamualaikum..


Mau curhat sih..
Sebagai perempuan yang juga ingin menjadi perempuan baik, saya sadar akan proses dan juga ikhtiar (usaha) akan melalui banyak pertimbangan dan pilihan yang sulit. Apa pencapaian terbaik yang harus saya capai dan bagaimana saya harus menentukan langkah.

Disini saya kasih judul dengan kata 'pendidikan jauh' karena saya parno menyebut diri dengan 'pendidikan TINGGI'.

Mungkin bisa ditebak, topik kali ini mengenai sebuah keputusan seorang perempuan yang terus ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Pendidikan wajib telah ditempuh, umumnya sebagian besar anak muda dan orang tuanya memilih untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Cukup disitu, pendidikan sampai D3 dan S1, setidaknya sudah menginjakkan langkah di perguruan tinggi merupakan hal yang cukup lumrah dan sudah dilakukan sebagian orang disini dan sebagian besar orang tua dan diri kita sendiripun memang berkehendak sampai sana. Tapi bagaimana kalau perempuan itu memutuskan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih jauh..

Yah.. jenjang lebih tinggi.. plus tempat yang jauh.

S2 atau Menikah?


Apa ada yang tahu iklan komersial kosmetik di stasiun TV akhir-akhir ini? Entah ya... apa hubungannya pertanyaan sekaligus pernyataan mengenai itu sama efek kosmetiknya, tapi yang jelas.. Selain karena produk itu memang produk yang saya pake, orang-orang pasti deh nolehnya ke saya kalau ada iklan itu. Kok ya pas banget ya...

Saya sempat mencurahkan sedikit mengenai ini di blog saya yang satunya, tapi kali ini saya ingin membahas lebih rinci lagi...

Insya Allah..

Saya sudah 'diikat' oleh salah satu universitas di Korea Selatan untuk menjadi mahasiswa S2nya. Bagaimana prosesnya itu bukan inti dari apa yang saya ingin ceritakan, tapi nampaknya saya memang positif berangkat kesana untuk beberapa tahun ke depan untuk menempuh pendidikan.


Jika anda bertanya apakah saya senang..
Tidak usah ditanya, saya senang bukan kepalang. Selain karena saya memang sudah ada keinginan sejak lama dan pernah merasa hal ini saya kira hampir nggak mungkin, saya juga merasa bahwa ini adalah kesempatan besar yang mungkin nggak datang dua kali dan nggak mudah untuk di dapat.

Jujur saja, saya ini merasa nggak seberapa pintar. Awal kali saya merasa terbebani dan nggak yakin mampu menjalani ini. Tapi saya merasa ini benar-benar berkah dari Allah SWT dan saya banyak berdoa mengenai ini, dan lahan perlahan Allah SWT mendekatkan saya pada jalan ini. Wallahu Alam...

Dan...
Jika anda bertanya apakah ada minusnya mengenai kenyataan ini..
Yups, tentu...
Apa?
Apalagi kalau bukan pendapat orang.

"Kenapa muslimah harus mengejar dunia sampai begitu?
Kenapa muslimah harus pergi sendiri ke luar negeri?
Harusnya menikah...
Tidak ada laki-laki yang mau menikah dengan perempuan yang meraih hal yang tinggi..
Karena laki-laki lebih suka yang tidak lebih 'tinggi' darinya"

dll

Komentar seperti itu, secara langsung dan nggak langsung sering sekali saya dengar.

Saya tahu umumnya saat membicarakan tentang perempuan, lumrahnya tugas mereka di rumah, mengurus rumah tangga dan memasak. Layaknya ibu rumah tangga lainnya..

Membicarakan tentang saya, saya belum berada pada fase itu. Saya belum menikah. Lalu apakah saya tidak menginginkan hal itu?

Jujur saja, keinginan menikah dengan Mr. Right adalah lebih besar dari keinginan sekolah ke luar negeri.

Ketika melihat dua orang yang saling mencintai bisa hidup bersama dalam ikatan halal, saling memaafkan, saling memperbaiki diri. Hal seperti itu adalah impian semua wanita.
Jadi ibu rumah tangga, sounds good, meskipun semua peran ada suka dukanya, tapi jadi rumah tangga adalah hal yang sangat mendamaikan bagi saya hanya dengan melihat orang-orang yang menjalani hal seperti itu. Sama beratnya dengan pekerjaan lain sebenarnya, tapi ini lebih... ah, anda pasti tahu lah mulianya seorang ibu yang mengurus rumah, ada anak dan suami yang di cinta pula. 

Dan ketika kalian menjudge kenapa saya nggak nikah, kenapa saya menutup hati, kenapa saya kalah belum menikah dibanding sama mereka yang lebih muda lah, sama yang jauh lebih tua lah...
Kalian nggak sadar kalian sudah menyindir apa yang belum bisa saya dapatkan.

Seperti halnya jika anda disindir kenapa anda nggak lebih kaya dari yang pendidikannya lebih rendah dari anda, atau yang umurnya lebih muda dari anda. Anda bisa apa? Rejeki ada patokannya sendiri-sendiri. Apakah anda harus memaksa merampok bank agar terlihat kaya, dan apakah saya harus memaksakan diri untuk menikah dengan pria manapun agar saya terlihat 'normal'?

Tapi mungkin saya tidak perlu terlalu berprasangka juga pada mereka, mungkin itu hanya bentuk kepedulian mereka pada saya. 

Sebenarnya banyak orang yang ikut senang ketika mengetahui saya akan kuliah ke luar negeri. Tapi beberapa prejudice orang membuat saya nggak nyaman, dan saya perlu menulis ini. Bukan semata-mata untuk membela diri dan cari alasan, tapi untuk mengajak orang memandang sesuatu dari sisi yang berbeda dan tidak hanya berprasangka.

Saya seorang perempuan yang sudah tidak punya ayah, tidak ada kakak laki-laki kandung, tidak ada adik laki-laki kandung, juga tidak ada suami maupun calon suami (ada sih, tapi entah siapa dan dimana).

Tidak ada sudah yang wajib menafkahi maupun melindungi saya.
Jika saya tidak mengusahakan hidup saya sendiri. Mau jadi apa saya?

Menikah bukan keputusan mudah dan bisa di sortir dengan cepat, khususnya bagi saya yang jujur saja nggak mudah punya hati sama laki-laki.
Ini masalah hati, dan kalian yang menikah karena cinta menyuruh saya untuk menjalani pernikahan tanpa cinta? Mereka bilang, "Cinta bisa dibuat dan tumbuh nanti belakangan.."

Afwan jiddan.. Saya sungguh tidak bisa bereksperimen soal ini.

Mungkin saya terkesan orang yang bisa ditanggapi dengan kata 'Emang kenyang makan cinta?' 'Emang cinta bertahan beberapa tahun?'

Seperti salah satu kutipan dari buku Korea yang berbunyi  '신중하게 후회 없이 똑똑하게 사랑하고 싶다' yang artinya 'Aku ingin mencintai dengan cerdas dengan serius dan tanpa penyesalan'. Saya nggak baca bukunya dan hanya setuju dengan kutipan itu dan mengkonsep sendiri prinsip cinta yang ingin saya miliki dari kalimat tersebut.

Cinta itu memang kadang atau bahkan sering membodohi. Kita bisa menjadi lebih buruk saat mencintai seseorang. Nggak usah dijabarkan atau diberi contoh, banyak contoh nyata disekitar kita ataupun diri kita sendiri yang jadi absurd, strange bahkan crazy gara-gara mencintai seseorang apalagi saat patah hati.

Saya nggak mau seperti itu...
Saya memang sudah prinsip akan sepenuhnya mencintai satu orang laki-laki (dan memang nggak bisa bercabang kalau suka laki-laki) tapi saya nggak akan sepenuhnya membiarkan diri dan perasaan saya dibawah kendali secara psikis.
Okay, jika dia suami saya kelak, saya akan menaati semua perintahnya demi kebaikan, dan ini memang diwajibkan dalam agama. 
Tapi saya ingin nggak akan become worst jika ada sesuatu terjadi diantara hubungan kami.

pic by Asma Nadia

Terkadang cinta itu nggak ada alasan..
Kita bisa saja mencintai seseorang sebelum kita sendiri menyadarinya.
Bahkan kita telah sempat menolak bahwa kita tidak seharusnya mencintai seseorang tersebut.
Tapi hati tidak bisa berbohong..

Akan mustahil kita berharap pasangan yang sempurna..
Tapi kita berhak memilih pasangan yang cocok dengan kita.
Yang keburukkannya tidak membuat kita buruk pula..
Dan yang kebaikannya bisa mendewasakan kita..
Yang bisa saling mengingatkan dan memperbaiki.
Dan saling menemani saat bahagia..

One for last forever..
Nggak ada orang yang mau gagal dan menikah dua kali..

Mencintai dengan cerdas adalah saat kita sama-sama mendidik sebagai suami istri.
Suami wajib mendidik istrinya, dan saya mau laki-laki ini tahu kewajiban dalam perannya .
Kedudukan suami lebih tinggi, tapi terkadang istri berhak mengingatkan kesalahan suami.
Apa yang kurang dari saya, dia perbaiki.
Pun begitu
Tapi tetap itu tadi..
Menikah dengan dasarnya cinta..
Meski kebelakang semua orang bilang semua perasaan cinta itu akan berubah menjadi komitmen saja.
 



Tapi ijinkan saya menunggu orang yang mencintai saya dan saya cinta saya.
Apakah tidak pantas hal itu untuk saya?

Kenapa beberapa orang cenderung memaksa saya untuk mencoba mencintai, mencoba menjalani..
Sesuatu yang tidak berjalan alami..

Saya belum menikah bukan karena saya belum siap mental.
Bukan karena saya lebih enjoy hidup sendiri..
Tapi....



Sudahlah, nanti terdengar terlalu beralasan dan banyak orang tidak akan bisa mengerti dan saya cukup lelah kalau membicarakan ini.. Kita sudahi dulu...

Lalu mengenai rencana pergi keluar negeri untuk belajar??

Okay, dalam hal ini mungkin saja secara kasat mata maupun tidak, tidak dipungkiri ini bentuknya seperti mencari 'dunia' atau mengusahakan 'dunia'.

Well..

Sebenarnya saya nggak pernah bermimpi dan punya keinginan menjadi milyader, punya rumah besar bak istana dengan 3 - 4 mobil mewah di garasi seperti milik pejabat dan pengusaha sukses dimana-mana. Meskipun tidak ada yang bisa munafik, tidak ada orang yang menolak menjadi yang seperti itu. Itu memang nikmat.. Bukan laknat.

Tapi saya juga ada ketakutan akan kekayaan, saya takut dengan rasa bangga, rasa sombong, rasa kikir yang saya sendiri kadang sulit menyadari. Bak mencari semut berjalan di atas batu di malam...

But...

Dengan sekolah di luar negeri, saya tidak membayangkan bahwa saya bisa mencapai sebesar itu. Saya hanya membayangkan bahwa saya bisa mengusahakan diri saya sendiri dengan potensi yang saya miliki. Saya tidak mungkin membebani satu orang tua saya terus yang hanya bergantung dari uang pensiun.

Well..

Jika saya memang berhasil setelah sekolah S2 nanti. Mempunyai pekerjaan tetap yang cukup, saya memang akan bersyukur dengan kecukupan itu. Saya akan bahagia pegangan dalam hal finansial dan mampu membeli kebutuhan saya sendiri. Oke, itu adalah naluri dasar makhluk sosial yang hidup di dunia ini, dan satu hal lagi, saat kita memberikan hak orang lain pada rejeki kita berupa amal, itu juga merupakan suatu mimpi dan kepuasan seseorang. *dengan catatan tidak riak dan sombong

Hal lain yang penting adalah semua pengalaman dan kesempatan untuk berkembang dan berbagi yang hasilnya bisa digunakan dalam beberapa hal. Jika saya pergi, saya ingin semua mendoakan saya dan sayapun telah berdoa pada Tuhan bahwa ini membawa manfaat bagi orang lain maupun saya sebagai muslimah. Selain membawa nama negara, utamanya kita akan membawa nama Islam. Agar mereka tahu muslimah bukan perempuan tertindas seperti yang dipikirkan sebagian orang, mereka bahkan gak kalah cerdas dari yang lain, bahkan talentanya dibutuhkan, meski dia memang agak berbeda yang ingin dihormati dan dihargai. We are ambassador of Islam.

Bagaimana jika tidak ada yang mau dengan saya karena status S2 saya..??
Well.. S2 hanya gelar duniawi, benarkan?
S2 bukan hal hina sehingga laki-laki harus menghindar...
S2 juga bukan gelar terhormat dari kahyangan yang membuat laki-laki meng-underestimate dirinya... 
Bukankah seharusnya laki-laki tidak menilai perempuan dari hal-hal seperti itu?
Apa semua perempuan S2 sulit dapat jodoh? Tidak sebegitunya...
Semua jodoh akan ada jalannya.. Saya tidak mau ditakutkan dengan statement-statement seperti itu.
Sejujurnya saya S2 bukan mencari ilmu yang lebih tinggi, tapi cuma ilmu yang lain...
Saya sungguh nggak pernah menganggap saya lebih, ini cuma bentuk ikhtiar saya dan saya mungkin cuma lagi beruntung saja..
Jadi jangan di judge teruss ya...


Setiap orang mempunyai jalan hidup yang berbeda-beda.
Ada muslimah yang harus jadi dokter agar pasien wanita tak perlu periksa di dokter laki-laki.
Ada muslimah yang mengajar karena dia bisa lebih detail untuk menjelaskan dan membuat muridnya mudah paham.
Beberapa muslimah memang dititipkan talenta oleh Allah untuk bisa bermanfaat bagi orang lain.
Ada muslimah yang lebih beruntung di cukupkan segala sesuatunya hanya dengan menikah dengan seorang laki-laki di waktu yang ia ingin. 
Ada muslimah yang harus melalui pengalaman lebih sementara jodohnya belum di datangkan. Mungkin Allah masih menyuruhnya menjadi wanita yang lebih matang lagi untuk pantas bersanding dengan sang lelaki.
Dalam kurun kita tetap ibadah wajib maupun sunnah, menjaga izzah dan iffah sebagai perempuan dan tetap mempertahankan kesopanan, kesederhanaan muslimah pada umumnya. 
Yang jelas, jangan suka menghakimi hidup seseorang..
Anda tidak tahu hatinya, tidak tahu niatnya, dan tidak tahu bagaimana ikhtiarnya..
Ingatkan dan doakan saja perempuan yang miskin ilmu seperti saya ini...

Ya sudahlah saya sudah terlalu banyak bercuap-cuap, yang penting saya bisa menjalani dengan baik disana, pulang bawa manfaat..
Aamiin.. I beg You Yaa Allah...

Astaghfirullah.. Forgive me dear Allah & People if you see my mistakes.

Salam...

 
Youthism © 2012 | Designed by Canvas Art